Kamis, 30 Juni 2011

Sidang Pengakuan Azhar Latif

Persidangan kasus korupsi dana representatif (DR) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Padang tahun 2005-2009 senilai Rp 2,4 Milyar dengan terdakwa Direktur Utama (Dirut) PDAM, Azhar Latif kembali dilanjutkan Kamis (30/6). Sidang dengan agenda mendengarkan pengakuan terdakwa ini berlangsung lancar meski sesekali ada pula ketegangan.

Berkali-kali Azhar latif meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mendengarkan dahulu penjelasannya dan tidak memotong keterangannya. "Dengarkan saya dulu pak JPU," katanya agak memelas.

Dengan mata berkaca-kaca terdakwa Azhar Latif mengungkapkan kalau satu peser pun dia tidak pernah menggunakan dana representatif itu untuk kepentingan pribadi. Dia menjelaskan bahwa DR itu digunakan untuk penunjang operasional perusahaan.
Diterangkannya, DR itu hanya bisa digunakan atas persetujuan tiga direksi. Jadi, yang memiliki kewenangan menilai apakah permintaan DR untuk menunjang operasional perusahaan atau tidak adalah tiga direksi yang menjabat di PDAM yakni Dirut, direktur umum, dan direktur teknik.

Sementara untuk DR yang digunakan untuk penservisan terhadap tamu PDAM kemudian pembinaan hubungan dengan masyarakat, stakeholder, dan petinggi-petinggi merupakan salah satu upaya untuk mencitrakan PDAM. Juga menjalin hubungan emosional secara eksternal sehingga keperluan-keperluan PDAM terkait peningkatan kemajuan perusahaan dapat berjalan lancar dan dipermudah di kemudian hari.

"PDAM ada dua fungsi yakni fungsi ekonomis dan fungsi sosial. Membina hubungan baik dan kerja sama eksternal merupakan fungsi sosial," ujarnya di hdapan majelis hakim yang diketuai oleh Sapta Diharja beranggotakan Kamijon dan Yoserizal.

Sementara itu, yang kemudian menilai dana DR itu sudah digunakan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau tidak adalah dewan pengawas. Laporan pertanggungjawaban secara global kemudian diteruskan ke wali kota serta jajaran PDAM seluruh Indonesia.

Awalnya penggunaan DR samasekali tidak membutuhkan bukti penggunaan namun atas saran Kejaksaan Negeri Padang tahun 2008 barulah ditambahkan aturan. Aturan tersebut yakni, pengeluaran DR harus mendapatkan kwitansi permintaan yang disetujui oleh ketiga direksi, bukti berikutnya adalah voucher pengeluaran dana.

Karena memang tidak ada aturan pasti, baik juknis maupun juklak yang mengatur prosedur pertanggungjawaban DR, memang pertanggungjawaban yang selama ini dilakukan hanya dengan melampirkan bukti berupa kwitansi permintaan dan voucher. Kwitansi dan voucher sebagai bukti penggunaan DR kemudian dilampirkan dalam laporan pertanggungjawaban ke Dewan Pengawas dan juga ke BPK. Keuangan PDAM termasuk DR diaudit setiap tahun oleh BPK atau BPKP. Selama pengauditan itu, tidak ada temuan dari BPK atau BPKP terkait penyelewengan DR.

Sesuai permendagri Nomor 50 tahun 2000, jika pertanggungjawaban sudah diserahkan ke walikota melalui dewan pengawas serta sudah disahkan maka pertanggungjawaban dari PDAM sudah tuntas.

Terkait meningkatnya kemjuan perusahaan, terdakwa Azhar Latif memaparkan bahwa dari tahun 2005-2010 keuntungan yang diperoleh PDAM mencapai angka Rp63 milyar lebih, intek mencapai 300 liter/detik dan jaringan 300 km. Kesejahteraan pegawai pun meningkat.

Sidang selanjutnya akan dilangsungkan 2 minggu yang akan datang, Kamis (14/7), dengan agenda tuntutan JPU, Idial dan Zulkifli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar