Selasa, 29 Juni 2010

Black Campaign di Sarangintelek

Wajah sengirnya

Choose yang berkumis

Lalu kemudian setelah bubaran

Mereka baru berani berbisik-bisik

Mengumpat…

Atau sedikit bercerita kepada anak istri di rumah

Melampiaskan kegeraman

Tentang apa yang diucapkan REKTOR tadi di SENAT

“Masa’ rapat senat itu yang dibahas???”

Cuma, hanya, sebatas ITU


Lain lagi

“Kalau si kumis kalah, kalian semua E,”

Sang DOSEN mengaum

Tentu saja bukan di kebun binatang

Kening mereka berkerenyit…

Tapi hanya berkerenyit

Tak ada yang berani bilang

“BAPAK tidak bisa PAKSA kami!!!”

Tak ada yang BERANI lantang…

Disuruh pakai baju merah, oke

Baju mana juga boleh, PAK….

Sikumis? itu gampang

Kami sudah tak peduli

TERSERAH…

Kalau dijamin A

Hehehe…


Tak ada itu ruang bebas ‘politik’

Sarangintelek???

Sudah kubabas

Dengan kipas

Wahahaha….

Uang…

Beli--- ayo beli semuanya…

Chassss…..

Dinodai langsung oleh sang REKTOR dan JAJARANNYA

20:46 WIB

Menjelang pesta, 29 Juni 2010

di tengah kebencian akan ketidakberdayaan, ketak tahuan harus apa??? Alangkah malunya mereka '98 dulu

Pada KITA!!!!!

Minggu, 27 Juni 2010

Belajar Tak Menyalahkan Ukhuwah

Karena Memang Bukan Indahnya Saja yang Akan Dirasa



Asw. Sejenak aku teringat akan dirimu, Aku sangat merindukan sosokmu yang dulu, yang selalu aku banggakan, akan tetapi aku tidak menemukannya lagi, entah kemana… Saudaraku dimanakah engkau sekarang? Akankah kubisa bertemu denganmu lagi??

Sms itu di-sendkan seseorang di beberapa menit menjelang tengah malam (23:49:09) kepada seseorang juga yang mungkin sangat dicintainya. Sebuah buncahan rasa yang lagi-lagi mungkin, sudah dipendam begitu lama. 4 atau 5 bulan belakangan. Penerima sms ingin sekali membalas, sudah diketiknya… Namun baru dia kuatkan hati untuk mengirim di pagi harinya.

Seberapa pantaskah aku untuk kau banggakan ukhti??? Aku terlalu rapuh untuk itu, aku tak begitu kokoh untuk selalu menjadi penyangga, penopang, motivator, yang terdepan, dan kini aku masih sibuk mencari, mengobati luka mana yang telah membuatku cacat serupa ini. Dalam kesendirian (entah mengapa aku begitu merasa sendiri), hanya Dia tempatku mengadukan segalanya. Dialah pemilik segala rasa… karena Dialah yang telah mengizinkan rasa dan keadaanku kini. Aku sedang dalam perjalanan ukhti, mengobati luka-luka, sambil mencoba untuk tetap berarti bagi orang lain di sisa-sisa tenaga yang kutahu tak lagi utuh… Meski saat ini aku terasa begitu sendiri… tapi tak apa. Toh, hanya Dia sebaik-baik penolong, hanya Dia sebaik-baik pelindung, hanyalah DIA…Syukran sudah mengirimkan pertanyaan itu untukku, membuatku sedikit lega, masih ada yang rasa dengan rasaku kala ini.. dan membuatku menjawab tentang apa yang terjadi denganku kini..`

Balasan
Setiap helai daun yang jatuh telah tecatat sebagai takdirNya dan ada dalam kuasaNYA.. Maka yakinlah semua yang Allah beri ialah yang terbaik, Meski yang terbaik tak selalu jadi yang terindah…

Lagi
Aku mengenalmu lewat jiwa bukan lewat mata.. Aku menjadikanmu Saudara lewat hati bukan lewat kata.. Berani mengenalmu berarti berani mengenal sifatmu.. apapun itu, kuberani menerima segala tentangmu.. Ku tak tahu setinggi apa posisiku di hatimu sebagai saudara.. Syukran atas ukhuwah selama ini.. Semoga Allah memelihara dan menjaga ukhuwah ini dengan keikhlasan dan kebaikan..
Tetaplah jaga dirimu untuk RabbMu.. Karena hanya Dia yang selalu bersamamu...

Betapa indahnya, jika persaudaraan, ikatan persahabatan hanya berlandaskan Allah semata. Maka yang timbul pun akan pertautan antar hati dengan nurani, ketenangan. Pertautan cinta atas dasar kesamaan aqidah, kesamaan visi akan terciptanya generasi rabbani menjadi ikatan yang tak kan pernah terputus hingga kaki menginjakkan syurga.

Namun dalam perjalanan, terkadang kita begitu sulit memaknai kata-kata ukhuwah. Malah, banyak di antara kita memandang sempit kata ukhuwah itu. Sampai akhirnya mereka mengatakan “Apa itu ukhuwah-ukhuwah, bosan ana mendengarnya!” Na’udzubillah.. itu dilontarkan tak hanya satu dua orang, bahkan ada yang kemudian mundur teratur dari pentas ‘dakwah’ karena alasan sudah bosan dengan koar-koar ukhuwah yang tanpa aplikasi.

Ketika dia sedang mendapatkan masalah/musibah justru tak banyak yang memedulikannya, bahkan bertanya pun tidak. Ketika dia mendapat masalah malah banyak yang menjauhinya, memandang miring, bukan merangkul. Apa itu ukhuwah?

Seorang ketua BEM sebuah Fakultas akhirnya mundur karena merasa ketika setelah diangkat menjadi ketua BEM didukung sekian banyak sahabat dia merasa ditinggalkan, merasa sendiri. Padahal dia sudah diamanahi tugas yang begitu berat dan memenatkan. Apalagi tekanan dari pihak birokrat maupun mahasiswa-mahasiswa kiri begitu kuat.

Kasus lagi, tentang seseorang yang terjebak kasus VMJ. Tiba-tiba saja kasusnya sudah menyebar, teman-teman sejawat ‘terasa’ semakin menjauh. ‘Rasanya’ (baca dengan tekanan-pen) semua orang sudah menggunjingkannya tanpa ampun. Ketika pertemuan di halaqah pun ‘rasanya’ dia menjadi orang yang begitu hina. Ah… dimana ukhuwah itu? Walhasil, bukan malah sadar akhirnya sang perempuan tambah dekat dengan sang laki-laki.
Berserak lagi kasus lainnya yang membuat seseorang kemudian membenci yang namanya ukhuwah. Padahal konsep ukhuwah dalam Islam sangatlah mulia sampai-sampai dalam H.R Bukhari dan Muslim terukir bahwa Rasulullah mengatakan “Tidak beriman seseorang di antara kalian sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”

Jelas bagaimana penekanan kalau kita memang diwajibkan mencintai saudara. Begitu juga Rasulullah pernah mengatakan kalau umat muslim itu ibarat satu tubuh. Jika salah satu di antaranya sakit maka sakitlah seluruh tubuh itu.

Ketika berkelindan dengan permasalahan maka yang utama yang harus ada dalam diri adalah ketenangan, kejernihan hati dalam melihat apa yang sesungguhnya sedang terjadi, analisa dari semua sisi, dan husnuzhanlah kepada ALLAH. Saat mendapati saudara yang sedang terlihat bermasalah, maka hindari menganggapnya sebagai terdakwa. Atau malah tanpa kata akhirnya diam saja. “Tidak sanggup rasanya saya untuk seperti dulu lagi dengannya setelah tahu perangainya seperti itu,” tutur salah seorang sahabat setelah dia memergoki sahabatnya melakukan kesalahan yang menurutnya sangat prinsip. “Kalau di forum-forum dia seperti orang yang begitu paham, eh.. ternyata dia sendiri yang berbuat,” tambahnya ketika itu.

Untuk fenomena-fenomena seperti ini, tidak bisa menyalahkan satu pihak saja. Yang sedang bermasalah atau saudara-saudara lainnya karena semuanya saling berhubungan. Sebab akibat, secara fitrahnya maka mau tak mau ketika melihat seseorang melakukan kesalahan akan terjadi perang dalam diri, apalagi kesalahan fatal. Muak, benci, marah, sedih berbaur menjadi satu. Namun itu yang perlu kita pahami bahwa semua itu membutuhkan proses. Kenapa seseorang sampai melakukan kesalahan? Hidupkan budaya tabayun itu dalam diri kita sendiri, bukan memvonis.

Di sisi orang yang bermasalah, maka dia pun harus tegar menerima konsekuensi pengucilan dan segala macamnya karena tak semua orang memiliki jiwa besar untuk menerima kesalahannya langsung dengan kasih dan tangan terbuka. Dan dalam kondisi itu, jangan pernah menyalahkan ukhwah. Karena sebenarnya semua perlakuan yang diterima itu merupakan konsekuensi dari sebuah kesalahan. Kita pernah mendengar karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Kesalahan yang dilakukan memang bisa seakan melibas habis semua kebaikan yang dilakukan sebelumnya. Maka tiada jalan lain selain sabar dan sadar kalau itulah sebenarnya ujian dari ukhuwah dan ujian yang akan membuktikan mampukah kita tetap bertahan di jalan ini. Apa setelah melakukan kesalahan kita kan mundur atau malah bertekad untuk kembali memperbaiki diri dan meningkatkan kedekatan denganNYA.

Sejenak kita mengingat kembali bagaimana kisah Ka’ab bin Malik yang absen dalam perang Tabuk. Hukuman pengucilan justru kemudian berbuah manis, ketika dosanya langsung (baca dengan penekanan-pen) diampuni oleh ALLAH Swt. Itu terjadi setelah dia dengan sabar melewati masa-masa sulitnya sebagai konsekuensi dari kesalahannya.

Sikap dingin masyarakat kepadanya terasa lama sekali. Sampai kemudian tiba-tiba datang seseorang dari Syam menyerahkan sepucuk surat padanya dari raja Ghassan. Isinya “… Selain dari itu, bahwa sahabatmu sudah bersikap dingin terhadapmu. Allah tidak menjadikan kau hidup terhina dan sirna. Maka, ikutlah dengan kami di Ghassan, kamu akan menghiburmu!”
Ka’ab berkata, “Ini juga salah satu ujian!” Lalu dia memasukkan surat itu ke dalam tungku dan membakarnya.

Setelah 50 hari 50 malam. Pada waktu sedang shalat subuh di suatu pagi dari malam yang ke-50, Ka’ab sedang berdzikir minta ampun dan mohon dilepaskan dari kesempitan hidup dalam alam yang luas ini, dan tiba-tiba dia mendengar teriakan, “Wahai Ka’ab bin Malik, bergembiralah! Wahai Ka’ab bin Malik, bergembiralah!”
“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas, dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah melainkan kepada-Nya saja. Kemudian, Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.” (At-Taubah:118)

Jangan pernah menyalahkan ukhuwah karena sebenarnya recik-recik yang membuat kita bertanya tentang ukhuwah meruakan salah satu ujian dari ukhuwah itu sendiri. Yang sabar akan memperoleh ukhuwah yang lebih erat lagi, kecintaan akan jalanNYA lebih teguh lagi, yang tidak maka akan mundur bahkan menyingkir dari pentas dakwah.

Minggu, 27 Juni 2010
23:22 WIB
Najwan yang telah rela mendengarkan di antara sibuk-sibuknya mengerjakan tugas akhir semester. Berserak di antara tumpukan buku-buku dan potongan-potongan karton kuning dengan berbagai bentuk.

Jumat, 25 Juni 2010

PIALA DUNIA dan 'Kita'

http://foto.vivanews.com/read/1641-stadion_bola_cape_town___afrika_selatan


Bismillah…

PIALA DUNIA menjadi sindrom luar biasa saat ini. Sampai-sampai ada akwat yang bela-belain pulang kampung untuk nonton bola, berhubung di wisma tidak ada fasilitas TV dan tidak memungkinkan juga untuk bergabung dengan kawan-kawan mahasiswa lainnya nongkrong di kedai-kedai. Apa jadinya kalau dia ikut berteriak-teriak dengan atribut lengkap akhwat di kedai nasi (Jangan dibayangkan…).

Lanjut… Simak percakapan berikut.

“Banyak sekali yang mengganggu di ujian kali ini, salah satunya ya.. piala dunia,” tutur gadis manis itu sambil tertawa renyah.

Hmm.. heran saja, akhwat kok masih saja suka bola.

“Emang gak boleh? Gak ada yang larang kan…” jawabnya.

Ya, benar sekali tidak ada melarang. Tapi bukankah sudah tahu kalau olahraga ‘sepak bola’ itu merupakan salah satu bentuk gwazhul fikri? Tidakkah kita mau menyempatkan berpikir sejenak, berapa waktu yang kita habiskan untuk sekedar menonton satu bola yang diperebutkan sekian banyak orang. Berjam-jam malah.. apalagi sebenarnya kita memiliki agenda yang lebih penting. Misalnya saja ujian tadi.

Ketika gugatan itu dilontarkan, mungkin akan ada yang menjawab. Ah, antum tu yang tidak mengerti bagaimana sensasinya ketika menonton bola, bagaimana ketika menyaksikan yang kita dukung menang, merasakan sensasi ketika meneriakkan GOAL karena salah seorang di antara pemain jagoanmu menciptakan trik yang begitu indah dan menyarangkan bola di gawang musuh? Atau kau benar-benar tak mengerti kalau itu ‘keren’, jangan sampai kuper ketika Piala Dunia ramai dibicarakan orang maka kita tak tahu menahu tentang itu.

Entah berbagai macam kata lagi yang dirangkaikan untuk menyanggah, untuk melakukan pembelaan kalau menonton piala dunia itu merupakan hal yang wajar saja. Malah sayang sekali untuk dilewatkan.

Sahabat…. Ketika menjatuhkan pilihan ke jalan ini maka kita sebenarnya sudah sadar dengan semua konsekuensinya. Bukan saja merubah atribut (pakaian takwa-pen), tapi semua budaya jahiliyah kita, semasa kita tidak tahu dulu, harus kita tanggalkan.

Sahabat… tidak ada abu-abu dalam Islam. Ketotalan kita untuk hijrah merupakan sebuah bukti kalau kita sudah serius memilih. Sangat miris saja ketika kita masih senang dengan hal-hal yang berbau sia-sia. Pun kalau ada alasan jangan sampai kita dianggap tidak tahu perkembangan, toh kita bisa segera search di Google informasi siapa yang menang langsung pasca pertandingan usai. Begitu juga dengan jadwal pertandingan kita bisa tahu dengan cepat, tanpa mesti turut menonton.

Apa bedanya kita dengan orang-orang biasa yang naotabene-nya tidak tahu, tidak paham dengan prioritas, tidak mengerti dengan pentingnya waktu jika masih juga maniak Piala Dunia?

Kalau dulu hiburan kita itu bola sekarang ketika sudah banyak membaca dan banyak paham maka mestinya hiburan itu meningkat pula kualitasnya, dialihkan kepada hal-hal yang bermanfaat. Kalau dulu hiburan ketika lagi suntuk itu lagu-lagu pop yang melenakan/atau lagu-lagu keras ex. Linkin Parka, maka sekarang harus bertahap mengalihkannya ke nasyid, kalau sudah biasa nasyid maka tingkatkan lagi kualitas penghibur atau penenang hati kita dengan lantunan murathal…

Sesungguhnya, tiap detik yang kita pergunakan di dunia ini, akan menuntut pertanggungjawaban kelak…

Wawlahu’alam bisawwab.

Finishing, 25 Juni 2010, 19:37 WIB ditemani tiga nyamuk yang belum tewas-tewas juga walaupun sudah sangat diincar untuk ditepuk

Kamis, 24 Juni 2010

Kesempuranaan Akhlak Cermin Kesempurnaan Iman




Penggambaran perilaku seseorang yang terdapat dalam jiwa yang baik, yang darinya keluar perbuatan secara mudah dan otomatis tanpa terpikir sebelumnya, itulah akhlak menurut Imam Al-Ghazali. Ketika seseorang bertutur, ketika seseorang bersikap, dilanda emosi, kesedihan, atau sebuah kejutan mendadak yang tidak mengenakkan hati, maka respon yang dihasilkan oleh orang tersebut dapat dapat secara tersurat mencerminkan akhlak dari seseorang. Saat berinteraksi dengan teman sebaya, orang tua, atau orang yang lebih kecil maka tampilan akhlak akan jelas terbaca. Fenomena kekinian orang sudah banyak yang mengabaikan perihal akhlak seolah meloncat kembali ke masa jahiliah.
Bobroknya akhlak manusia juga menjadi salah satu poin pengutusan Rasulullah ke muka bumi ini. Begitu rumit, karena yang akan dibenahi adalah sosok makhluk bernyawa, memiliki akal dan satu lagi sikap dasarnya, pembangkang. Untuk itu ini Rasulullah berjuang keras dalam menegakkan Islam di muka bumi. Beliau langsung menjadi contoh nyata kemuliaan budi dan akhlak seorang muslim. Dalam Al Quran pun Allah menyebutkan, “Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak yang agung” (Al qalam:4).
Akhlak itu terbagi dua, akhlak terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan tercela (Al-Ahklakul Mazmumah). Akhlak terpuji, menurut Imam Ghazali ada 4 perkara yaitu bijaksana, memelihara diri dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu) dan bersifat adil. Jika kita bawakan dalam kehidupan kita sebagai mahasiswa maka sifat-sifat itu merangkumi kebaktian pada keluarga dan negara, hidup bermasyarakat dan bersilaturahim, berani mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan berterima kasih, sabar dan rida dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya.
Untuk akhlak yang buruk itu dapat berasal dari penyakit hati seperti iri, ujub, dengki, sombong, nifaq (munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan penyakit hati yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada bumi ini, seperti terukir dalam Q.S Ar-Ruum ayat 41, "Telah timbul pelbagai kerusakan dan bencana alam di darat dan di laut dengan sebab apa yang telah dilakukan oleb tangan manusia. (Timbulnya yang demikian) karena Allah hendak merusakan mereka sebagai dari balasan perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan, supaya mereka kembali (insaf dan bertaubat)".
Akhak menjadi penilaian cukup tinggi dari Allah. Rasulullah pernah bersabda, “Bertaqwalah kepada Allah di mana pun engkau berada dan balaslah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya kebaikan itu akan menutupi kejelekan dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi, ia berkata: hadits hasan, dan dishahihkan oleh syaikh Al Salim Al Hilali). Dalam kehidupan sehari-hari, setidaknya ada enam dimensi akhlak dalam Islam, yaitu akhlak kepada Allah SWT, kepada Rasulullah SAW, Alquran, orang-orang sekitar, orang kafir,dan akhlak terhdap lingkungan dan makhluk hidup lain.
Akhlak merupakan tolak ukur kesempurnaan iman seorang hamba sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya.” (HR Tirmidzi, dari abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, diriwayatkan juga oleh Ahmad. Disahihkan Al Bani dalam Ash Shahihah No.284 dan 751).
Jika tauhid merupakan sisi pokok/inti Islam, maka akhlak adalah penyempurnanya. Tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap Allah dan ini merupakan pokok inti akhlak seorang hamba. Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baik manusia. Semakin sempurna tauhid seseorang maka semakin baik akhlaknya.
Untuk menumbuhkan dan memupuk akhlak terpuji tentu saja dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah, mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah, mendekati yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar.
Upaya mencapai kejayaan Islam kembali membuat umat Islam mesti kukuh untuk berusaha mencapai taraf berakhlak mulia itu. Dalam konteks sebuah bangsa, Penyair Mesir, Syauqi Bei pernah berkata, "Hanya saja bangsa itu kekal selama berakhlak. Bila akhlaknya telah lenyap, maka lenyap pulalah bangsa itu". Sebegitu urgennya akhlak dalam perkembangan suatu bangsa. Wawlahu’alam bisawwab.

Selasa, 22 Juni 2010

Atmosfer Gunung dan Laut


Buku dengan kulit hampir semua hitam ini sungguh memanasiku, menunaikan poin ke-26 dari draf 100 Mimpi. Mahameru.

Dari SMP, ketika seorang senior PMR yang entah aku lupa kuliah dimana. Menyanyikan lagu Mahameru. Hanya 2 lirik yang kuingat sampai kini, itu pun cuma potongannya saja.

“kubimbing kau ke lereng Semeru

……………………………………………….., Mahameru”

Raut orang berkacamata bingkai hitam dengan gitar itu khusyuk menyanyikan Mahamerunya. Seakan membawa kami semua merasakan indahnya Mahameru.

Waktu itu, entah kenapa, kata Mahameru membuatku begitu bergetar.

Aku ingin ke sana

suatu saat…

Tak hanya perjalanan fisik tapi juga perjalanan hati

Gunung… Tak sembarang orang bisa ke sana. Apalagi puncaknya, hanya yang bertekad kuat, fisik fit yang sanggup meniti jarak tempuh berpuluh jam hingga akhirnya meneriakkan takbir ketika pertama kali menginjakkan kaki di tanah lapang dekat kawah. Tempat para pencinta gunung biasa berupacara di 17 Agustus-an, tempat mereka merenung, mentadaburi betapa indahnya ciptaan Yang Mahakuasa, Maha Segalanya. Tempat yang membuat kita begitu merasa kerdil, takut, dan sadar bahwa kita hanyalah seorang manusia, makhluk, yang diciptakan, yang tentu saja tanpa tujuan. Kenapa DIA menciptakan aku di dunia ini?

Jawaban yang tetap susah untuk dijawab padahal DIA lagi-lagi sudah menerangkannya dalam kitab petunjuk Al Quran. Yang di dalammnya banyak yang diulang-ulang dan sering mengatakan apakah kamu tidak berpikir? Kasarnya, seorang senior pernah mengatakan apa kamu tidak berotak sehingga tak ingin berpikir tak ingin mengerti dan tak ingin paham dengan semua yang sesungguhnya jelas. Kebenaran. Tentang penciptaan, tentang fitrah, tentang nurani, tentang kebutuhan.

Apa lagi yang membuat ragu akan janji-janji-NYA? kebangkitan kembali, Syurga dan… NERAKA!

Ah, kadang manusia begitu naïf, begitu sombong untuk berpikir itu. Padahal, dia hanyalah 1 dari sekian manusia, kalau dia orang Indonesia hanya 1 dari >2500 juta manusia Indonesia. Banyak yang lebih tampan tau lebih cantik darinya, lebih kaya darinya, lebih pintar dan jenius darinya, di atas langit masih ada langit. Dan yang tertinggi hanyalah DIA, yang satu.

Back to topic

Jika disuruh memilih antara gunung dan laut, maka begitu mencintai gunung… tapi tetap ingin jadi laut. Kenapa laut???

Siapa saja bisa berkunjung ke sana, tanpa harus begitu berperjuangan (bagi yang tinggal di daerah yang dekat laut-pen), dicapai dengan mobil atau kendaraan bermotor lain, biasanya bisa. Duduk di pinggirannya di sore hari, biasanya menjadi favorit banyak orang. Kalau di gunung menyaksikan matahari terbit maka di pantai akan menikmati matahari terbenam. Belaian angin sore yang lembut (walau kencang, dia tetap saja menyenangkan-pen), kemudian deru ombak dan suaranya ketika menghempas di pantai dan batu-batu karang. Sinar jingga yang berkemilau…

Hmmm… Laut, yang membuatku selalu kagum. Keluasannya… menampung semua dari sungai, ada banyak sampah, tapi dia rela, ikhlas…

Laut.. cermin kerendahan hati, kelapangan jiwa

Gunung… cermin sebuah cita-cita dan mimpi

19:40

Senin, 22 Juni 2010

Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lain. Yang kehadirannya menimbulkan nafas lega, yang adanya membawa tenang dan senyuman, membawa solusi dari tiap dilemma, membawa cinta untuk semua tanpa kecuali.

Di kerinduan yang amat sangat pada Puncak Merapi

Di mimpi yang datang untuk Telaga Dewi Singgalang dengan setoran Ar Rahman

Dan … MAHAMERU (Insyaallah…)

Dan satu puncak lagi…

Lakukan sekali maka dia akan selalu memanggilmu kembali.

Kamis, 10 Juni 2010

Telaga Semeru: Kalah Bukan Berarti KALAH

Telaga Semeru: Kalah Bukan Berarti KALAH

Kalah Bukan Berarti KALAH

Ada jalan yang membuat kami ke salah satu fakultas eksak sore itu. Menemui salah satu saudara yang akan segera angkat kaki dari bumi Minang. Ah, nanti, setelah semua urusan selesai mau tak mau, mungkin, akan juga melangkah menjauhi bumi penuh sejarah ini, ranah nan kaya adat.
Selesai berjabat erat dan menatap penuh arti, kusampaikan pesan lewat tatapan mataku. Dalam waktu seperti ini entah kenapa perbendaharaan kata indah lenyap seketika.

Ya, tak ada kata-kata yang aku ucapkan.

Kemudian melangkah pergi. Manusia BP 2008 itu melambaikan tangan sumringah. Adikku. Sudah lama sekali rasanya tak jumpa. Kami berjabat tangan, aku mengernyitkan dahi. Angkatan kedua alisku cukup untuk membuatnya kemudian menjawab. “Kita kalah, Kak,”.

Hmmm.... dia memelukku erat. Kurengkuh lebih lagi. “Berarti, kita disuruh ALLAH instropeksi,” ujarku. Yang berkelindan di otak memang segala macam penurunan kualitas aktivis yang ‘katanya’ kader dakwah akhir-akhir ini. Ah.. (masih ingat dua tulisanku yang lalu kan??) Rayap-Rayap Dakwah dan Titik terlemah.

Bagaimana ALLAH akan memercayakan kepemimpinan kampus itu kepada kita kalau sebenarnya kita sendiri belum sanggup untuk itu, tidak cukup kualitas untuk itu, terlalu berat amanah untuk itu diembankan kepada kader-kader dakwah yang rapuh. Silahkan pertanyaan kepada diri masing-masing terkait ini.

Siyasi bukanlah segala-galanya, ilmi dan dakwi masih menunggu untuk kita jamah seserius-seseriusnya. Jadikan ini sebagai pelajaran berharga bagi diri ADK ke depannya.

KEEP FIGHT!!
Bukankah kita yakin kalau rencana ALLAH itu jauh lebih indah???

Rabu, 09 Juni 2010

Sekarang Berlaku: Mundur Berarti KALAH!!!


Setiap ketidakterkataan menyimpan seonggok persembunyian.. terkadang kita terlalu sering untuk mengatakan jenuh, letih, ketika berada pada titik nadir setiap aktifitas i'ni'. Sampai kemudian terus-menerus berjalan dengan perasaan jenuh dan letih yang semakin membuncah, yang kemudian membuat kau tergoda untuk mundur dari pentas kepahlawanan. Menjadi manusia biasa sajalah…

Tak mau tahu dengan orang lain..

Tak ingin peduli atas semua yang terjadi..

Ah, tapi masih ada bongkahan yang menolak tuk pergi.

Ditoleh ke belakang, pangkalnya tak lagi nampak. Jejak-jejak yang membekas di pasir perjalanan sudah demikian panjang… lalu kembali sejurus ke depan… Muara itu tak jua jelas, samar walau PASTI. Jauh… tak sanggup mata manusia ini memprediksinya. Kapan? Kapan ini kan berakhir?

Pangkalnya jauh, ujungnya belum tiba…

Sering kali kita tergoda.. untuk mundur dari pentas kepahlawanan (kata Anis Matta dalam salah satu bukunya)

Hmm.. akankah kita sanggup untuk bijak? Lebih tenang untuk kemudian berpikir. Ada pilihan lain. Bosanlah dengan keluhan-keluhan diri, kejenuhan-kejenuhan diri, letih-letih itu, dan rancang kembali mimpi-mimpi besar yang dulu telah kau buat di awal perjalanan, kau matangkan dalam perjalanan. Hanya butuh rehat barang sejenak, tapi tak untuk mundur.

Selasa, 08 Juni 2010

Menyadari di waktu-waktu akhir...
ah!! itulah aku