Minggu, 28 Februari 2010

Sakit dan Sabar


Kita akan berbicara tentang kesakitan. Ketika badan tak bisa beraktifitas sebagaimana biasanya. Ketika ruang-ruang dunia hanya ada 1 kamar, tempat tubuh teronggok kuyu. Entah itu kamar tidur di rumah atau bahkan kamar penuh penyiksaan di rumah sakit. Dengan infuse yang mencocok tak berperasaan di urat. Dengan suhu tubuh yang tak mau kompromi. Dengan kegelisahan yang amat sangat.
Sulit. Susah sungguh untuk bersabar, untuk ikhlas. Kesepian yang begitu menerpa. Rasa muak pada tempat tidur, badan yang lemas untuk digerakkan. Dilalui juga hari itu meski tertatih, tak hanya tubuh tapi juga hati. Ketika tilawah pun tak sanggup. Shalat sunat tiada, saking seadanya. Nasi lembek, tanpa banyak bumbu dan sayur menjadi menu yang lebih dominan. ALLAH… kapan ini akan berakhir, batinnya kemudian mengalun dalam tangis yang keluar satu-satu. Antara kesal bercampur ketakberdayaan.
Itulah kira-kira salah satu gambaran seseorang yang sedang menghadapi sakit. Atau bahkan bnayak yang mengalami lebih parah dari itu. Sering orang hancur badan dan juga hati ketika dilanda sakit ini. Ini dikarenakan ketidaksabarannya dalam menjalani ujian dari Allah. Padahal, Imam al Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahuanhu bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: ”Tidak ada penyakit, kesedihan dan bahaya yang menimpa seorang mukmin hingga duri yang menusuknya melainkan Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dengan semua itu.” Dari sakit itu Allah menggugurkan dosa-dosa hambanya.
Sakit sebenarnya dapat menjadi momen merenung bagi kita. Dalam Q.S As Syura ayat 30, Allah berfirman, “Apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” Dalam ayat ini terdapat kabar gembira sekaligus ancaman jika kita mengetahui bahwa musibah yang kita alami adalah merupakan hukuman atas dosa-dosa kita. Allah menyelipkan banyak hikmah dibalik rasa sakit itu, meski memang harus berhasil dulu menjalani ujian keikhlasan dan kesabaran. Kalau seandainya tidak ada ujian maka tidak akan tampak keutamaan sabar. Apabila ada kesabaran maka akan muncul segala macam kebaikan yang menyertainya, namun jika tidak ada kesabaran maka akan lenyap pula kebaikan itu.
Anas Radhiallaahu anhu meriwayatkan sebuah hadits secara marfu’, “Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya cobaan. Jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan mengujinya dengan cobaan. Barang siapa yang ridha atas cobaan tersebut maka dia mendapat keridhaan Allah dan barang siapa yang berkeluh kesah (marah) maka ia akan mendapat murka Allah.”
Apabila seorang hamba bersabar dan imannya tetap tegar maka akan ditulis namanya dalam daftar orang-orang yang sabar. Dari sabar muncul ridha, dari ridha akan memunculkan pujian dan syukur kepada Allah. Maka namanya akan terdaftar dalam golongan orang-orang yang bersyukur. Jika Allah mengaruniai sikap sabar dan syukur kepada seorang hamba maka setiap ketetapan Allah yang berlaku padanya akan menjadi baik semuanya. Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh menakjubkan kondisi seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Jika memperoleh kelapangan lalu ia bersyukur maka itu adalah baik baginya. Dan jika ditimpa kesempitan lalu ia bersabar maka itupun baik baginya (juga).”

Titik Terlemah

Di luar sana, hubungan antara laki-laki dan perempuan dengan status pacaran memang sudah menjadi hal yang biasa. Kalau di jaman nenek, masih pakai surat-suratan dan jika bertemu segera menyembunyikan diri. Malu. Di zaman ini, malu sudah banyak berkurang. Dunia anak muda begitu terasa memprihatinkan. Di ranah minang saja yang memegang adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, banyak anak mudanya yang berpacaran, berdua-duaan di tempat-tempat wisata, atau bahkan melakukan hal-hal yang lebih jauh lagi. Rawan maksiat. Sempat salah seorang teman mengatakan, “Beruntung kalian yang katakanlah berkomitmen untuk tidak pacaran dan mungkin tidak pernah merasakan pacaran ala 17 tahun ke atas”. Dia sedikit memaparkan bagaimana pacaran teman-temannya. Perempuan benar-benar tiada nilai lagi.
Di samping itu bahkan ada orang tua yang merestui anaknya pergi berdua, kemana-mana berdua, telepon, sms, bahkan sudah biasa dengan saling bersentuhan. Berbeda jika permasalahan ini dibawakan pada ‘dunia’ Aktivis Dakwah Kampus (ADK). Mereka yang notabene-nya sudah jauh lebih mengerti dengan tata cara pergaulan dengan lain jenis masih kecolongan juga dengan yang namanya zina hati. Pacaran ala ADK namanya tidak pacaran. Mereka tidak sering bertemu muka, berbicara apalagi jalan berdua. Zinanya dibungkus dengan hal-hal yang berbau islami, lebih santun, begitulah kira-kira. Salain mengingatkan shalat tahajud, saling menyemangati untuk pergi rapat. Wah, menggebu saja bawaannya datang rapat ketika si soleh datang atau si soleha tiba (perlu diperhatikan bagi mereka yang semangat rapatnya berlebihan, sering senyum-senyum sendiri, sering memandangi wajah di cermin, lebih suka bersolek, keriangan lebih dari biasanya, itu indikasi terjangkit virus mereh jambu atau VMJ-pen).
Biasanya interaksi yang seperti ini dialaskan dengan kata saling menasihati dalam kebaikan. Kan kami tidak melakukan apa-apa, bertemu saja tidak, apa salahnya mentausyahi saudara? Memang tidak ada yang salah mentausyiahi saudara. Tetapi kenapa harus lawan jenis, akhwat tertentu atau ikhwan tertentu dengan kontinyu? Dalam sebuah pembahasan seorang ustadz pernah berkata, “Antum boleh bangunin akhawat/ikhwan shalat malam kalau emang ikhwan sekota Padang yang antum kenal itu sudah antum bangunin semuanya!”. (terbayang kan…)
Memprihatinkan memang ketikan melihat interaksi akhwat dan ikhwan yang seperti ini. Bahkan ada juga yang sampai cek amal yaumi per minggu, shalat malam, dhuha, tilawah, semuanya. SMS atau telepon sering untuk membicarakan atau menanyakan hal-hal yang tidak penting. Padahal masih bisa menanyakannya ke sesama ikhwan atau sesama akhwat. Hanya mencari-cari alasan untuk berkomunikasi.
Teknologi yang makin canggih justru menjadi amat sangat ampuh bagi setan untuk menggugah mereka. SMS, telpon-telponan, chating, media SMS, telpon atau chating yang kontinyu sangat berpotensi menimbulkan VMJ karena pada dasarnya bicara dengan tulisan atau juga suara yang langsung diletakkan di telinga itu bisa multitafsir dan biasanya membuka peluang untuk berbicara lebih santai bahkan bercanda. Kalaus duah seperti ini otomatis setan tinggal mengipas-ngipas saja. Untuk kemudian menjerusmuskan ke jurang yang lebih dalam.
Hmmm…. Masalah klasik yang memang tidak pernah tuntas di kalangan ADK. Dulu, untuk membicarakan permasalah dakwah saja akhwat dan ikhwan sangat menjaga hijabnya, malah seorang ustadz dalam sebuah ceramah mengenang bahwa mereka sangat memperhatikan masalah hijab. Bertahan untuk tidak saling berhadapan ketika berbicara dengan akhwat/ikhwan. Sementara dari hari ke hari, budaya itu semakin luntur. Ada yang berkilah, “yang penting kan jaga hati,”. Ya, benar sekali akan tidak apa-apa jika basis ruhiyah itu kuat, diri pribadi memang tidak akan berpikir aneh-aneh ketika berbicara dengan lawan jenis. Tapi bagaimana dengan lawan bicaranya, apakah sama keadaan, pertahanan dan ruhiyahnya? Siapa yang bisa menjamin?
Dilema memang, apalagi bagi mereka yang berada di organisasi ammah yang mengharuskan berkomunikasi dengan orang-orang yang tidak semuanya mengerti kalau tidak boleh bersalaman dengan lawan jenis, tidak boleh berdua saja ketika berbicara juga aaturan-aturan lainnya yang merupakan hal yang prinsipil. Tapi sebenarnya tetap saja ada jalan untuk kebaikan, kekuatan prinsip dan kekuatan ruhiyah amat sangat membantu agar berjalan tetap sesuai dengan koridor yang diberikan Allah. Agar tak melebur. Agar mewarnai tak diwarnai.
Perjuangan-perjuangan para ADK dalam menata agar diri tidak terjeblos dalam zina hati atau kerennya disebut VMJ dapat diimbangi dengan menjaga kekuatan ruhiyah. Tapi bagi yang merasa masih ketar-ketir kalau melihat perempuan (bagi ikhwan) atau laki-laki (bagi akhwat) memang harus ketat menjaga pandangannya, menghindari interaksi dan komunikasi yang tidak penting. Demi mengeliminir jalan masuknya setan.
Usia ADK sangat rawan dengan permasalahan ini. Itu normal, fitrah sebagai seorang manusia namun karena memang sudah tahu maka kewajibannya adalah melaksanakan dan memberi tahu yang lain. Jangan malah mencari pembenaran-pembenaran yang banyak dilakukan mereka yang sudah terjebak VMJ.
Suatu ketika saya pernah memergoki sms di telepon genggam seorang akwat. Isinya mengingatkan makan dan beberapa bentuk perhatian lainnya. Kata-kata yang terpampang di layar monitor tetap saja tak layak dikatakan antara akhwat dan ikhwan, ADK. Ketika ditabayuni, akhwat mengaku kalau sudah jadian selama satu minggu.
Akhwat yang aktif di organisasi dakwah, cantik, tajir memang rawan menggoda. Macam-macam alasan ikhwan untuk berkomunikasi dengannya. Pinjam Kamera digital lah, pinjam catatan lah, pinjam kendaraan, semuanya. Hmm… sayang akhwatnya tidak begitu kuat untuk menolak perhatian dari beberapa ikhwan itu. Dan biasanya memang seperti itu, tipe perempuan yang mudah kasihan dan tak tahan menerima pujian menjadi bumerang. Akhirya, salah satu dari ikhwah itu memberanikan diri untuk berkata langsung dengan si akhwat. Hubungan berlangsung. Yah, seperti biasa mengingatkan jadwal rapat, saling cerita masalah pribadi, sms, telpon, tukar catatan dan seterusnya.
Karena hati yang sudah mulai ternodai, kehadiran sang akhwat di halaqoh pun berkurang. Halaqoh tak lagi menjadi tempat menimba ilmu, membina ruhiyah dan ber-qadhaya dengan sesama akhwat. ‘Dia’ lebih menyamankan, begitulah kira-kira. Ketika intensitas kehadiran seseorang di halaqoh itu berkurang, maka memang harus langsung ditindaklanjuti dan patut untuk diberikan perhatian lebih khusus. Kasarnya, patut dicurigai. Sang Akhwat memang tetap semangat untuk bangun di malam hari karena ada dia yang membangunkan. Rapat pun sama. Tapi niatnya sudah bertukar.
Maka dari itu, bagi yang masih sulit mengelola hati maka jagalah pandangan. Sampai sekarang sang akhwat tetap seperti itu. Entah sudah berapa ikhwah yang jadi korbannya. Terakhir, anggota syura malah, sangat memprihatinkan. Perempuan adalah tantangan terbesar bagi laki-laki. Menurut saya, semuanya memang tergantung pada perempuan, jika akhwat bisa menjaga dan tidak menanggapi sama sekali jika ada ikhwah yang sudah agak ‘berlaku aneh’. Sering tanya ini itu yang rasanya tidak penting. Maka sebagai seorang akhwat harus cut langsung. Jangan sampai menjadi penghalang bagi pejuang-pejuang-NYA. Khawatiri jika diri menjadi penggoda bagi orang lain, ketika diri menjadi sumber dari keruntuhan orang lain. Kabarnya, jika seorang ikhwan bermasalah dengan VMJ ini maka secara otomatis akan diturunkan. Padahal semestinya sudah sampai pada tahap murabbi tapi jatuh hanya gara-gara perempuan. Godaan paling besar bagi ikhwan itu adalah akhawat. Nafsu laki-laki itu satu, sedangkan nafsu perempuan sepuluh.
Lebih baik mencegah dari pada mengobati. bukan sang ikhwan saja yang akan merasakan rugi dan penyesalan, tapi juga akhwatnya. Hanya ada dua pilihan sebenarnya, menikah atau putuskan. Kuncinya jangan pernah berikan celah secercah pun untuk setan merusak niat, hati dan amal dengan VMJ. Ketika kalah oleh VMJ maka memang baru sebegitulah ternyata tingkat dan kualitas keimanannya. Putus oleh VMJ saja, padahal di luar sana banyak lagi yang akan dilakukan membangun peradaban Islam. “Antum akan senantiasa diuji Allah pada titik terlemah Antum,“ Ustadz Rahmat Abdullah, Murabbi pertama di Indonesia.

LANJUTAN.... Diary PL....

Berupayalah untuk tak hanya menjadi manusia yang sukses, tetapi juga manusia yang bernilai.
Dari sana inspirasiku. Kuajak mereka berbicara. Lewat semua. Hati, alat ucap ini, ekspresi dan intonasi-intonasi pembangkit bagi mereka.
Come on… 8,10 atau 20 tahun yang akan datang, Ibu akan melihat kalian menjadi orang-orang besar di negeri ini. Menyaingi anak-anak kota itu… Jadi manusia sukses dan bernilai.

20:32Rata PenuhWaktu HP butut tercinta
Kamis, 18 Februari 2010

Datang sms putri, mengatakan kalau anak-anaknya di Kartika sana bandel-bandel. Hmmm….. guru-guru PL rata-rata mengatakan bahawa anak-anak mereka mada-mada… akan semua ingin mengatakan kalau anak-anak yang saya ajar itu bandel-bandel lho (dengan bangga…) hmm….

18 Februari 2010
10:40
Di sebelah kiriku duduk Yul, Teman senasib sepenanggungan, jurusan Sosiologi. Sebelah kanan teronggok tubuh perempuan berbalut kostum serupa denganku, pakaian lebay (seperti yang suka orang-orang bilang), Resi.
Rapat dinas kali ini dilaksanakan di X3, Pak Kepala Sekolah baru saja mengucapkan salam…
Talking about kelulusan siswa
Di menit selanjutnya…
“Idealisme???” lirihku…
Ini adalah fenomenanya
Ketika dia harus terkikis, tergerus
Dan kau hanya talok menatap diam
Saat-saat kemelayangannya

Kuhempaskan Eiger yang sudah disulap menjadi tas 'Pak Guru' itu. Ada Sonya di sana, sesama PL.
Bercerita…
Dan akhirnya keluar
“Itulah… ndak talok rasonyo jadi PNS doh….”
Aku tersenyum kecut.
Mesti….
“Mesti memngorbankan idealisme.”
Ah, lebih baik menyingkir dari pada hidup dalam kemunafikan, kata Soe Hok Gie.
Teringat kembali aku ketika beberapa waktu lalu, di liburan tentu saja. Bertandang ke salah satu rumah sahabat terdekatku. Bukittinggi. Kebetulan, kakaknya yang sedang hamil 7 bulan juga pulang.
Malam itu, beliau bergabung dengan kami yang sibuk membuat beberapa konsep untuk pergerakan organisasi ke depan. Yups! Yang intinya adalah pengkaderan dan dana mandiri.
Beliau berkata sumringah, “Uni jadi ingat masa-masa kuliah dulu.”
Kami hanya tersenyum sambil memberhentikan sejenak diskusi hangat kami.
“Udah lama uni tidak menyusun agenda-agenda amal yaumi, agenda dakwah…
“Habisnya, uni temenannya sama koruptor semua,” beliau melanjutkan.
Aku miris, beliau begitu nampak tersiksa ketika mengucapkan kata-kata itu. Kelulusannya sebagai PNS di sebuah Dinas Kesehatan Kota justru membuat beliau merasa tidak nyaman.
Di kantor itu sering membuat LPJ palsu. Misalnya saja ketika mengangkatkan acara. Peserta padahal cuma 15 orang. Ditulis 25 orang. Yang menginap di penginapan hanya 6 orang tapi yang dibuat justru tetap 25 orang. “Nanti uang hasil dari itu dibagi-bagi. Besarnya sesuai tingkat jabatan,” tutur sang uni.
“Uni biasanya ambil aja, trus uni kasih uangnya kepada orang yang membutuhkan dengan harapan uni tidak memakan uang haram. Menolak pun kita diledek. Sok idealislah… malah ada yang sampai dikucilkan.”
Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak….
Benar-benar sistem yang bobrok.

24 Februari 2010
09:25
Pebi Harianto, dia duduk tepat dibarisan awal setelah memasuki kelas ini. Ruang 1 ujian, kelas IPS 1 dan yang sedang ujian sekarang adalah XII IPA 1. Ho…ho.. dia nyontek lagi dengan teman di depannya, Novita Sandra Kirana. Dia sepertinya murka  sekali denganku. Berapa kali kami bersitemu mata. Kutatapkan mataku di matanya… beberapa detik kemudian dia mengalah. Masih ada takut di sana.
Sebagian mungkin sudah kesal dengan tatapan mataku. But oh… I must… Mereka benar-benar mesti diajar perihal kejujuran,

 jadi teringat masa SMA dulu, masa-masa kecil dulu ketika ujian..
+- 11.00
Ada 9 orang di ruangan ini, X3 ruang 4 bar8 saja mereka melakukan trik awal mengenalku. Cerdas. Winda. Winda Wildiana.
Ya ampun… di Peace-in nya aku. Ck..ck..ck…
Yogi Deam Anggara, sepertinya dia anak pintar. Hmm.. ternyata begitu juga dengan Winda. PMDK sudah di tangannya…

Sekilas mataku menangkap sosok yang duduk di depan bangkuku. Seprida Yeni namanya. Aku mencocokkan denah tempat duduk dengan absen yang sudah mereka isi. Jam hitam melingkar di tangan kirinya. Kelaki-lakian, dari caranya menatap, menulis, berbicara. Ah… begitu angkuh  sayang, aku tak akan bertemu dengannya di PBM.

Jumat, 19 Februari 2010

Diary PL


16:41
Rabu, 17 Februari 2010

Hari ketiga aku menginjakkan kaki di SMA ini. Setelah sebelumnya pernah mengantarkan surat undangan penyerahan Disdik ke sekolah-sekolah di Padang di RSG FT.
Semua terasa begitu berlalu amat sangat mengilat. Memulihkan ingatanku kalau ternyata aku tlah banyak hidup, sisanya entah berapa lagi. Kutatap kembali postur ini, wajah-wajah teman-teman satu angkatan. Ah, rasanya baru kemarin aku kenal mereka, pembekalan mahasiswa baru. Bertemu semua ini, jalan ini…
Dengan sepatu yang baru kubeli bersama Refi beberapa hari lalu, aku berangkat menghadiri pertemuan itu. Sampai di FE, hmm… aku berpikir. Mestikah pakai sepatu keparat ini???
Aku balik kanan, mengambil sepatu kuliah, sepatu itu kumasukkan kantong asoi. Nanti saja kalau memang harus dipakai baru dipakai.

Wait…
Aku ambil agenda merah dulu

Kubatalkan…

19:26
Ayahnya Ada Band melantun lewat earphone pinjaman ini, begitu banyak ide yang ingin aku suguhkan untuk mereka. Ingin aku memberikan semburan energi supaya mereka belajar mencinta. Mencinta hidup, mencinta ilmu, mencintaiNYA tentu saja. Aku sebenarnya tidak begitu menerima ketika ‘mereka’ mengatakan, bahwa mereka anak bandel, susah menangkap pelajaran, pembangkang.
Aku justru melihat warna yang berbeda pada sosok Syafrizon, Genta, Tresno, dia yang duduk di belakang Andes, Rudi, Satriawan, Widya dan Deby.
Mereka hanya buntuh sentuhan, sentuhan cinta yang membuat mereka berpikir, membuat mereka mengangguk betapa berartinya mereka, betapa mereka diciptakan dengan kemuliaan, derajad yang ditinggikan, dan amanah, sebagai penerus bangsa, amanah, amanah dari Sang Khalik sebagai seorang khalifah di muka bumi ini.

X.3
Mendapatkan kabar tentang X3 maka memang akan lumayan bergidik. Apalagi bagi seorang mahasiswa PL sepertiku. Di X5 kemarin saja yang aku hanya memperkenalkan diri sudah beda hawanya. Terbayang… jauh lebih mending aku mengisi materi di sebuah acara yang dihadiri sekian jumlah mahasiswa dari pada memperkenalkan diri dengan anak-anak ABG ini. Phuh… sebenarnya memang belum jadwal mengajar tapi… tantangan Pamong kutangkap juga. Not me, If me afraid. Macam-macam sekali tingkah mereka. But enjoy it.
Hari ini kutemukan metode belajar baru  Teaching With Love
Ketika langkah kuayunkan keluar dari ruang majelis guru. Masih aku mengatakan, “Saya perkenalan saja dulu, Bu?” dengan wajah yang penuh pelas.
X3!!!
Aku hanya ingin mengenal, mengamati mereka satu per satu. Tapi… Pamongku berkata, “Ajarkan saja yang kamu ajarkan tadi,” full smile.
Aku langsung berpikir, ini anugrah. Ya, keyakinan akan doaku tadi pagi, agar Dia menyelamatkanku agar aku mampu menjadi pendidik bukan sekedar pengajar. Pun di hari pertama ini.
Ribut. Begitulah suasana 3 kelas yang sudah kumasuki, ketika awal guru masuk ke kelas. Ketika itu Rudi yang badannya tinggi besar memaksa untuk UH. Sampai terkeluarlah kata-kata, ”Maka Ibuk mah…,” I don’t know what the main.
Seandainya mereka mengolokku dengan bahasa Minang totok itu maka aku tak akan bisa berkutik.
Tidak, mereka hanya butuh sentuhan, ya, satu cara, cinta. Kupejamkan mata… Aku mencintai mereka karenaMU ya ALLAH… lirihku.

Selagi Pamongku menagih hutang LKS mereka, aku memperhatikan sekitar ruangan. Mencari celah untuk sedikit membuka jiwa mereka. Merubah mainset mereka…. Tentang sekolah, tentang diri mereka, tentang sekolah tempat mereka belajar sekarang. Sengaja aku mengatakan ayo jawab anak-anak gunung dan anak-anak pantai… aku suka itu. Aku suka kejujuran dalam raut wajah mereka.

Kutunjuk sebuah kertas berukuran kurang lebih 50x50 cm di dinding sebelah kiri

TO BE CONTINUED….

Selasa, 02 Februari 2010

tiada rehat Sejenak


Amanah. kata-kata yang pasti setiap manusia di muka bumi ini mengembannya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar bodoh, namun ketika dia mampu menunaikan amanahnya, sejak terlahir sebagai seorang manusia di muka bumi ini maka dia akan mendapatkan derajad yang begitu mulia. Ah, semudah itukah?
Sudah 1 minggu ini ia tergolek, hatinya kupikir. Atas amanah yang diembankan kepadanya. Ya, dia orang yang kuat, tegas, tegar, tapi kenapa dia begitu terapar ketika mengemban kedua kalinya. "Ikhlaskan kawan," ujarku. Dia hanya terseyum di sela kepucatan bibirnya. tulus.... tapi ah, lagi-lagi aku tak tahu harus berkata apa padanya. Karena yang aku tahu dia adalah sosok baja, sosok kuman yang jarang sekali dihinggapi sakit. Dia dikaruniai badan yang kokoh, keberanian. Naungan itulah yang kami rasakan ketika dia sedang memimpin apalagi ketika di lapangan.
Tapi...
kenapa kini dia terlihat begitu rapuh, lantunan ayat suci yang lebih sering dan ekstra dia lantunkan seakan menggambarkan sayatan yang dalam di hatinya, di hatiku pun menggurat.
Sampai dalam suatu malam aku berkata.
"kau lelah kawan?" ujarku.
"tak lah," katanya tegas, diulas senyum yang masih terpaksa, dia masih pucat.
"o,ya kau selalu menulis banyak di buku-buku tulismu kata-kata sang murabbi itu istirahat itu nanti, nanti di syurga."
"InsyaALLAH," lirihnya, begitu tertahan.
aku tersenyum.
"Bagaimana dengan amanah barumu?".
diam.
hening.
"Aku sudah rela, InsyaALLAH," ujarnya menahan titik-titik air yang sudah berdesakan di depan bola matanya.
"Apa ini begitu menyiksamu?" tanyaku.
"ALLAH yang memilihku, lewat tangan kau atau yang lain...."