Jumat, 15 Juli 2011

Korupsi PNPM-MP 50 Kota : Dedi Eka Siswanto

Tidak seperti terdakwa kasus-kasus korupsi lain yang biasanya didampingi sederet panjang Penasihat Hukum (PH). Dedi Eka Siswanto, 42, terdakwa kasus dugaan penyelewengan dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MP) berkeras untuk tidak menghadapi persidangan sendiri.

"Tidak usah Pak Hakim," katanya mantap setelah beberapa kali ditanya ketua majelis hakim Imam Syafei supaya dia menggunakan haknya untuk didampingi PH.

Ketika pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum Jen. T dan Ummy Diahny, terdakwa tertunduk khusyuk mengamati surat dakwaan setebal 19 halaman yang berada di tangannya. Mukanya memerah, menahan perih nampaknya.

Korupsi ini diduga dilakukan Dedi dalam kurun waktu Desember 2008 sampai bulan September 2010. Ketika itu dia menjabat sebagai Ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) PNPM-MP Jorong Koto Tangah, Nagari Koto Tangah, Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten Limapuluh Kota.

Dalam dakwaan JPU, Dedi dikatakan telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau telah melakukan suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara sejumlah Rp105.799.900. Berdasarkan program Nasional PNPM-MP tahun anggaran 2009 di Kab. Lima puluh Kota, Kecamatan Bukit Barisan mendapatkan alokasi dana APBN sebesar Rp900 juta untuk alokasi pembangunan rabat beton di Jorong Tabek, Nagari Banja Laweh. Juga untuk pembangunan air bersih di Jorong Batu Balabuah II, Nagari Sungai Naniang. Serta pembangunan jalan di Jorong Koto Tangah Nagari Koto Tangah dan pembangunan TK di Bungo Tanjung, di Nagari Maek.

Jorong Koto Tangah kemudian mendapatkan bantuan biaya pembangunan fisik Badan jalan sepanjang 1500 meter dengan rabat beton sepanjang 600 meter di Gorondan Ngalau. hal tersebut tercantum dalam Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB) Nomor 20/SPPB/PNPM-MP .BB/VII-2009 tanggal 15 Juli 2009 dengan total nilai proyek sebesar Rp214.524.700.

Dana tersebut dialokasikan untuk pekerjaan fisik sejumlah Rp203.798.500, operasional Tim Pengelola Kegiatan (TPK) 3% sejumlah Rp6.435.700, dan operasional Unit Pengelola Kegiatan (UPK) 2% sejumlah Rp4.290.500. Pekerjaan tersebut dijadwalkan selama 4 bulan kalender, mulai November 2009 dan selesai pada bulan Februari 2010.

Pada tahap pertama, dana turun sebesar Rp107.686.500, sedangkan pada tahap kedua yakni sebesar Rp29.498.500. Pencairan tahap akhir, Februari 2010 sebesar Rp77.339.700.

"Selama proyek jalan rabat beton tersebut berjalan, Dedi berusaha memanipulasi keuangan dengan membuat laporan palsu atas proyek tersebut. Berita acara musyawarah pertanggungjawaban dana pun dimanipulasi dengan memalsukan tandatangan masyarakat," kata Jen. T, Kamis (7/7).

Ternyata, hingga Februari 2010, pekerjaan tak juga diselesaikan, malah terhenti tanpa ada penjelasan dari terdakwa selaku Ketua TPK kepada masyarakat. Ketika dilakukan pemeriksaan keuangan oleh Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) tanggal 26 Maret 2010, ditemukan beberapa kejanggalan pengeluaran. Setelah ditelusuri lebih lanjut oleh Fasilitator Teknik (FT) ditemukan bahwa pekerjaan belum dapat diselesaikan karena dana program telah dipergunakan terdakwa untuk kepentingan pribadinya.

Sesuai dengan perhitungan dari auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatera Barat, total semua dana PNPM yang tidak dapat dipertanggungjawabkan terdakwa sejumlah Rp55 juta 790 ribu atau setidak-tidaknya sejumlah Rp105.799.900.

Perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU No. 31 tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sidang yang ditangani majelis hakim Imam Syafei beranggotakan Jon Efreddi dan M. Takdir (hakim ad hoc Tipikor--red) ini akan dilanjutkan Senin (18/7) mendatang. Agenda pada persidangan berikutnya yakni mendengarkan keterangan saksi dari JPU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar