Minggu, 27 Juni 2010

Belajar Tak Menyalahkan Ukhuwah

Karena Memang Bukan Indahnya Saja yang Akan Dirasa



Asw. Sejenak aku teringat akan dirimu, Aku sangat merindukan sosokmu yang dulu, yang selalu aku banggakan, akan tetapi aku tidak menemukannya lagi, entah kemana… Saudaraku dimanakah engkau sekarang? Akankah kubisa bertemu denganmu lagi??

Sms itu di-sendkan seseorang di beberapa menit menjelang tengah malam (23:49:09) kepada seseorang juga yang mungkin sangat dicintainya. Sebuah buncahan rasa yang lagi-lagi mungkin, sudah dipendam begitu lama. 4 atau 5 bulan belakangan. Penerima sms ingin sekali membalas, sudah diketiknya… Namun baru dia kuatkan hati untuk mengirim di pagi harinya.

Seberapa pantaskah aku untuk kau banggakan ukhti??? Aku terlalu rapuh untuk itu, aku tak begitu kokoh untuk selalu menjadi penyangga, penopang, motivator, yang terdepan, dan kini aku masih sibuk mencari, mengobati luka mana yang telah membuatku cacat serupa ini. Dalam kesendirian (entah mengapa aku begitu merasa sendiri), hanya Dia tempatku mengadukan segalanya. Dialah pemilik segala rasa… karena Dialah yang telah mengizinkan rasa dan keadaanku kini. Aku sedang dalam perjalanan ukhti, mengobati luka-luka, sambil mencoba untuk tetap berarti bagi orang lain di sisa-sisa tenaga yang kutahu tak lagi utuh… Meski saat ini aku terasa begitu sendiri… tapi tak apa. Toh, hanya Dia sebaik-baik penolong, hanya Dia sebaik-baik pelindung, hanyalah DIA…Syukran sudah mengirimkan pertanyaan itu untukku, membuatku sedikit lega, masih ada yang rasa dengan rasaku kala ini.. dan membuatku menjawab tentang apa yang terjadi denganku kini..`

Balasan
Setiap helai daun yang jatuh telah tecatat sebagai takdirNya dan ada dalam kuasaNYA.. Maka yakinlah semua yang Allah beri ialah yang terbaik, Meski yang terbaik tak selalu jadi yang terindah…

Lagi
Aku mengenalmu lewat jiwa bukan lewat mata.. Aku menjadikanmu Saudara lewat hati bukan lewat kata.. Berani mengenalmu berarti berani mengenal sifatmu.. apapun itu, kuberani menerima segala tentangmu.. Ku tak tahu setinggi apa posisiku di hatimu sebagai saudara.. Syukran atas ukhuwah selama ini.. Semoga Allah memelihara dan menjaga ukhuwah ini dengan keikhlasan dan kebaikan..
Tetaplah jaga dirimu untuk RabbMu.. Karena hanya Dia yang selalu bersamamu...

Betapa indahnya, jika persaudaraan, ikatan persahabatan hanya berlandaskan Allah semata. Maka yang timbul pun akan pertautan antar hati dengan nurani, ketenangan. Pertautan cinta atas dasar kesamaan aqidah, kesamaan visi akan terciptanya generasi rabbani menjadi ikatan yang tak kan pernah terputus hingga kaki menginjakkan syurga.

Namun dalam perjalanan, terkadang kita begitu sulit memaknai kata-kata ukhuwah. Malah, banyak di antara kita memandang sempit kata ukhuwah itu. Sampai akhirnya mereka mengatakan “Apa itu ukhuwah-ukhuwah, bosan ana mendengarnya!” Na’udzubillah.. itu dilontarkan tak hanya satu dua orang, bahkan ada yang kemudian mundur teratur dari pentas ‘dakwah’ karena alasan sudah bosan dengan koar-koar ukhuwah yang tanpa aplikasi.

Ketika dia sedang mendapatkan masalah/musibah justru tak banyak yang memedulikannya, bahkan bertanya pun tidak. Ketika dia mendapat masalah malah banyak yang menjauhinya, memandang miring, bukan merangkul. Apa itu ukhuwah?

Seorang ketua BEM sebuah Fakultas akhirnya mundur karena merasa ketika setelah diangkat menjadi ketua BEM didukung sekian banyak sahabat dia merasa ditinggalkan, merasa sendiri. Padahal dia sudah diamanahi tugas yang begitu berat dan memenatkan. Apalagi tekanan dari pihak birokrat maupun mahasiswa-mahasiswa kiri begitu kuat.

Kasus lagi, tentang seseorang yang terjebak kasus VMJ. Tiba-tiba saja kasusnya sudah menyebar, teman-teman sejawat ‘terasa’ semakin menjauh. ‘Rasanya’ (baca dengan tekanan-pen) semua orang sudah menggunjingkannya tanpa ampun. Ketika pertemuan di halaqah pun ‘rasanya’ dia menjadi orang yang begitu hina. Ah… dimana ukhuwah itu? Walhasil, bukan malah sadar akhirnya sang perempuan tambah dekat dengan sang laki-laki.
Berserak lagi kasus lainnya yang membuat seseorang kemudian membenci yang namanya ukhuwah. Padahal konsep ukhuwah dalam Islam sangatlah mulia sampai-sampai dalam H.R Bukhari dan Muslim terukir bahwa Rasulullah mengatakan “Tidak beriman seseorang di antara kalian sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”

Jelas bagaimana penekanan kalau kita memang diwajibkan mencintai saudara. Begitu juga Rasulullah pernah mengatakan kalau umat muslim itu ibarat satu tubuh. Jika salah satu di antaranya sakit maka sakitlah seluruh tubuh itu.

Ketika berkelindan dengan permasalahan maka yang utama yang harus ada dalam diri adalah ketenangan, kejernihan hati dalam melihat apa yang sesungguhnya sedang terjadi, analisa dari semua sisi, dan husnuzhanlah kepada ALLAH. Saat mendapati saudara yang sedang terlihat bermasalah, maka hindari menganggapnya sebagai terdakwa. Atau malah tanpa kata akhirnya diam saja. “Tidak sanggup rasanya saya untuk seperti dulu lagi dengannya setelah tahu perangainya seperti itu,” tutur salah seorang sahabat setelah dia memergoki sahabatnya melakukan kesalahan yang menurutnya sangat prinsip. “Kalau di forum-forum dia seperti orang yang begitu paham, eh.. ternyata dia sendiri yang berbuat,” tambahnya ketika itu.

Untuk fenomena-fenomena seperti ini, tidak bisa menyalahkan satu pihak saja. Yang sedang bermasalah atau saudara-saudara lainnya karena semuanya saling berhubungan. Sebab akibat, secara fitrahnya maka mau tak mau ketika melihat seseorang melakukan kesalahan akan terjadi perang dalam diri, apalagi kesalahan fatal. Muak, benci, marah, sedih berbaur menjadi satu. Namun itu yang perlu kita pahami bahwa semua itu membutuhkan proses. Kenapa seseorang sampai melakukan kesalahan? Hidupkan budaya tabayun itu dalam diri kita sendiri, bukan memvonis.

Di sisi orang yang bermasalah, maka dia pun harus tegar menerima konsekuensi pengucilan dan segala macamnya karena tak semua orang memiliki jiwa besar untuk menerima kesalahannya langsung dengan kasih dan tangan terbuka. Dan dalam kondisi itu, jangan pernah menyalahkan ukhwah. Karena sebenarnya semua perlakuan yang diterima itu merupakan konsekuensi dari sebuah kesalahan. Kita pernah mendengar karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Kesalahan yang dilakukan memang bisa seakan melibas habis semua kebaikan yang dilakukan sebelumnya. Maka tiada jalan lain selain sabar dan sadar kalau itulah sebenarnya ujian dari ukhuwah dan ujian yang akan membuktikan mampukah kita tetap bertahan di jalan ini. Apa setelah melakukan kesalahan kita kan mundur atau malah bertekad untuk kembali memperbaiki diri dan meningkatkan kedekatan denganNYA.

Sejenak kita mengingat kembali bagaimana kisah Ka’ab bin Malik yang absen dalam perang Tabuk. Hukuman pengucilan justru kemudian berbuah manis, ketika dosanya langsung (baca dengan penekanan-pen) diampuni oleh ALLAH Swt. Itu terjadi setelah dia dengan sabar melewati masa-masa sulitnya sebagai konsekuensi dari kesalahannya.

Sikap dingin masyarakat kepadanya terasa lama sekali. Sampai kemudian tiba-tiba datang seseorang dari Syam menyerahkan sepucuk surat padanya dari raja Ghassan. Isinya “… Selain dari itu, bahwa sahabatmu sudah bersikap dingin terhadapmu. Allah tidak menjadikan kau hidup terhina dan sirna. Maka, ikutlah dengan kami di Ghassan, kamu akan menghiburmu!”
Ka’ab berkata, “Ini juga salah satu ujian!” Lalu dia memasukkan surat itu ke dalam tungku dan membakarnya.

Setelah 50 hari 50 malam. Pada waktu sedang shalat subuh di suatu pagi dari malam yang ke-50, Ka’ab sedang berdzikir minta ampun dan mohon dilepaskan dari kesempitan hidup dalam alam yang luas ini, dan tiba-tiba dia mendengar teriakan, “Wahai Ka’ab bin Malik, bergembiralah! Wahai Ka’ab bin Malik, bergembiralah!”
“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas, dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah melainkan kepada-Nya saja. Kemudian, Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.” (At-Taubah:118)

Jangan pernah menyalahkan ukhuwah karena sebenarnya recik-recik yang membuat kita bertanya tentang ukhuwah meruakan salah satu ujian dari ukhuwah itu sendiri. Yang sabar akan memperoleh ukhuwah yang lebih erat lagi, kecintaan akan jalanNYA lebih teguh lagi, yang tidak maka akan mundur bahkan menyingkir dari pentas dakwah.

Minggu, 27 Juni 2010
23:22 WIB
Najwan yang telah rela mendengarkan di antara sibuk-sibuknya mengerjakan tugas akhir semester. Berserak di antara tumpukan buku-buku dan potongan-potongan karton kuning dengan berbagai bentuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar