Selasa, 22 Juni 2010

Atmosfer Gunung dan Laut


Buku dengan kulit hampir semua hitam ini sungguh memanasiku, menunaikan poin ke-26 dari draf 100 Mimpi. Mahameru.

Dari SMP, ketika seorang senior PMR yang entah aku lupa kuliah dimana. Menyanyikan lagu Mahameru. Hanya 2 lirik yang kuingat sampai kini, itu pun cuma potongannya saja.

“kubimbing kau ke lereng Semeru

……………………………………………….., Mahameru”

Raut orang berkacamata bingkai hitam dengan gitar itu khusyuk menyanyikan Mahamerunya. Seakan membawa kami semua merasakan indahnya Mahameru.

Waktu itu, entah kenapa, kata Mahameru membuatku begitu bergetar.

Aku ingin ke sana

suatu saat…

Tak hanya perjalanan fisik tapi juga perjalanan hati

Gunung… Tak sembarang orang bisa ke sana. Apalagi puncaknya, hanya yang bertekad kuat, fisik fit yang sanggup meniti jarak tempuh berpuluh jam hingga akhirnya meneriakkan takbir ketika pertama kali menginjakkan kaki di tanah lapang dekat kawah. Tempat para pencinta gunung biasa berupacara di 17 Agustus-an, tempat mereka merenung, mentadaburi betapa indahnya ciptaan Yang Mahakuasa, Maha Segalanya. Tempat yang membuat kita begitu merasa kerdil, takut, dan sadar bahwa kita hanyalah seorang manusia, makhluk, yang diciptakan, yang tentu saja tanpa tujuan. Kenapa DIA menciptakan aku di dunia ini?

Jawaban yang tetap susah untuk dijawab padahal DIA lagi-lagi sudah menerangkannya dalam kitab petunjuk Al Quran. Yang di dalammnya banyak yang diulang-ulang dan sering mengatakan apakah kamu tidak berpikir? Kasarnya, seorang senior pernah mengatakan apa kamu tidak berotak sehingga tak ingin berpikir tak ingin mengerti dan tak ingin paham dengan semua yang sesungguhnya jelas. Kebenaran. Tentang penciptaan, tentang fitrah, tentang nurani, tentang kebutuhan.

Apa lagi yang membuat ragu akan janji-janji-NYA? kebangkitan kembali, Syurga dan… NERAKA!

Ah, kadang manusia begitu naïf, begitu sombong untuk berpikir itu. Padahal, dia hanyalah 1 dari sekian manusia, kalau dia orang Indonesia hanya 1 dari >2500 juta manusia Indonesia. Banyak yang lebih tampan tau lebih cantik darinya, lebih kaya darinya, lebih pintar dan jenius darinya, di atas langit masih ada langit. Dan yang tertinggi hanyalah DIA, yang satu.

Back to topic

Jika disuruh memilih antara gunung dan laut, maka begitu mencintai gunung… tapi tetap ingin jadi laut. Kenapa laut???

Siapa saja bisa berkunjung ke sana, tanpa harus begitu berperjuangan (bagi yang tinggal di daerah yang dekat laut-pen), dicapai dengan mobil atau kendaraan bermotor lain, biasanya bisa. Duduk di pinggirannya di sore hari, biasanya menjadi favorit banyak orang. Kalau di gunung menyaksikan matahari terbit maka di pantai akan menikmati matahari terbenam. Belaian angin sore yang lembut (walau kencang, dia tetap saja menyenangkan-pen), kemudian deru ombak dan suaranya ketika menghempas di pantai dan batu-batu karang. Sinar jingga yang berkemilau…

Hmmm… Laut, yang membuatku selalu kagum. Keluasannya… menampung semua dari sungai, ada banyak sampah, tapi dia rela, ikhlas…

Laut.. cermin kerendahan hati, kelapangan jiwa

Gunung… cermin sebuah cita-cita dan mimpi

19:40

Senin, 22 Juni 2010

Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lain. Yang kehadirannya menimbulkan nafas lega, yang adanya membawa tenang dan senyuman, membawa solusi dari tiap dilemma, membawa cinta untuk semua tanpa kecuali.

Di kerinduan yang amat sangat pada Puncak Merapi

Di mimpi yang datang untuk Telaga Dewi Singgalang dengan setoran Ar Rahman

Dan … MAHAMERU (Insyaallah…)

Dan satu puncak lagi…

Lakukan sekali maka dia akan selalu memanggilmu kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar