Selasa, 02 Februari 2010

tiada rehat Sejenak


Amanah. kata-kata yang pasti setiap manusia di muka bumi ini mengembannya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar bodoh, namun ketika dia mampu menunaikan amanahnya, sejak terlahir sebagai seorang manusia di muka bumi ini maka dia akan mendapatkan derajad yang begitu mulia. Ah, semudah itukah?
Sudah 1 minggu ini ia tergolek, hatinya kupikir. Atas amanah yang diembankan kepadanya. Ya, dia orang yang kuat, tegas, tegar, tapi kenapa dia begitu terapar ketika mengemban kedua kalinya. "Ikhlaskan kawan," ujarku. Dia hanya terseyum di sela kepucatan bibirnya. tulus.... tapi ah, lagi-lagi aku tak tahu harus berkata apa padanya. Karena yang aku tahu dia adalah sosok baja, sosok kuman yang jarang sekali dihinggapi sakit. Dia dikaruniai badan yang kokoh, keberanian. Naungan itulah yang kami rasakan ketika dia sedang memimpin apalagi ketika di lapangan.
Tapi...
kenapa kini dia terlihat begitu rapuh, lantunan ayat suci yang lebih sering dan ekstra dia lantunkan seakan menggambarkan sayatan yang dalam di hatinya, di hatiku pun menggurat.
Sampai dalam suatu malam aku berkata.
"kau lelah kawan?" ujarku.
"tak lah," katanya tegas, diulas senyum yang masih terpaksa, dia masih pucat.
"o,ya kau selalu menulis banyak di buku-buku tulismu kata-kata sang murabbi itu istirahat itu nanti, nanti di syurga."
"InsyaALLAH," lirihnya, begitu tertahan.
aku tersenyum.
"Bagaimana dengan amanah barumu?".
diam.
hening.
"Aku sudah rela, InsyaALLAH," ujarnya menahan titik-titik air yang sudah berdesakan di depan bola matanya.
"Apa ini begitu menyiksamu?" tanyaku.
"ALLAH yang memilihku, lewat tangan kau atau yang lain...."

1 komentar:

  1. Ukh, mana tulisan lainnya????
    Ana menunggu cerita2 anti tentang mereka, yg mungkin juga dapat mengispirasi ana..
    Ukh,ana tggu kelanjutannya!! ^0^

    BalasHapus