Kamis, 24 Mei 2012

Soal Teori dan Praktik


“Nikmati saja, Dinda. Sedang masanya,” ujar salah seorang kakak beberapa waktu lalu melihat kondisi saya. Ini memang yang pertama, bukan berarti saya harus dikatakan wajar kurang berhasil. Itu pikiran saya namun sungguh begitu sulit. Ah, praktik memang selalu jauh lebih sulit dari teori. 

Jadi sering ingat dulu itu, saya praktik dulu baru kemudian didebatkan di ruang kelas jurnalistik. Jadi saya buat teori itu sesuai dengan perjalanan praktik yang saya lakukan di salah satu organisasi Surat Kabar Kampus. Ganto, ya… Ganto nama surat kabar kami itu. Diskusi yang hangat. Sampai ujung, dosen muda itu terdiam dan teman-teman makin berapi berdiskusi. Ah, sayang meski vokal di diskusi dan tulisan berita selalu dinilai A. Yang muncul di LHS tetap B. “Kok B, Pak?” ujar saya  ketika itu. Dosen itu hanya tersenyum sambil berlalu. “Cukuplah untuk anak kecil sok tau seperti kamu,” mungkin itu pesan dari senyum yang berlalu itu (Huz… Su’udzan). 

Hehe.. tapi tetap saja, saya lebih suka membawa praktik sebenarnya yang kemudian dibandingkan dengan idealnya. Sampai di Mata kuliah yang sangat kucintai juga aku malah dapat nilai C, bedanya.. kali ini sang Dosen bersedia diprotes dan menggantinya dengan nilai A setelah aku berbicara panjang dengannya dan meninggalkannya dengan mata berkaca. Haduh... jadi kemana ini ceritanya.

Pokoknya jelas, saya kurang suka teori dan banyak bicara. Kalau ada yang mau berdebat dengan saya soal ini, Sorry saya tak mau. Debat tak boleh dalam Islam ^.^ dan saya adalah milik saya. Pendapat saya sewaktu-waktu bisa berubah tapi sampai hampir 24 tahun di dunia saya tak berubah. Teori gampang, yang susah praktik.

Catatan maksa, Selepas Pak Bozz Pergi terbirit-birit ke ruang Layout Singgalang
Kamis, 24 Mei 2012 Pukul 16:35 WIB