Senin, 05 Maret 2012

Tidak untuk Kenaikan BBM

Kali keempat sudah Presiden SBY memutuskan menaikkan harga BBM (22/2). Meski belum ada angka pasti mengenai besar kenaikan tersebut, menurut sejumlah media, kenaikan tersebut berkisar 20-35 Persen. Alasan pemerintah karena kenaikan harga minyak mentah di pasar internasional (New York Exchange Mercantile) yang saat ini telah menembus angka 120 dollar per barrel semakin membebani APBN.

Kajian kasar menunjukkan bahwa kenaikan BBM dapat dipastikan akan meningkatkan inflasi. Harga-harga barang dan jasa khususnya kebutuhan pokok yang belakangan ini telah melonjak, dipastikan akan semakin meroket disamping akan semakin memukul sektor usaha. Menurut perkiraan Kemenkeu kenaikan rata-rata 30 persen akan meningkatkan inflasi menjadi 11 persen. Dampaknya dengan mudah dapat ditebak, masyarakat menengah ke bawah yang selama ini menjerit dan menderita akibat kesulitan memenihi kebutuhan sehari-hari akan semakin merana. Angka kemiskinan yang kini menjapai 36,8 juta orang dipastikan akan bertambah. Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi memperkirakan, kenaikan harga BBM sebesar 30 persen berpotensi mengakibatkan orang miskin bertambah sebesar 8,55 persen atau sekitar 15,68 juta jiwa. Pemberian subsidi langsung kepada rakyat miskin tidak akan efektif sebagaimana yang dilakukan pemerintah tahun 2005 untuk menekan laju kemiskinan. Angka kemiskinan justru semakin meningkat. Belum lagi dampak sosial dari kenaikan ini berupa peningkatan angka putus sekolah, peningkatan tingkat kriminalitas dan gangguan kesehatan akan terus mewabah.

Hingga saat ini wakil kita (DPR-red) sedang menguras otak (semoga saja) di gedung DPR RI sana. Masih ada harapan kalau mereka akan memberikan keputusan terbaik untuk semua lapisan rakyat Indonesia. Tentu saja ada yang dirugikan dalam kebijakan ini namun yang namanya kebijakan, memang harus benar-benar bijak. Mana yang paling sedikit mudharatnya, minimal itulah yang menjadi pilihan untuk sebuah keputusan. Keputusan yang tidak membuat rakyat kecil tambah merasa putus asa, ah, memang sudah ketentuan ternyata kalau orang miskin tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa pasrah. Ditindas, dikacangi, itu seolah sudah menjadi keharusan bagi mereka. Padahal nun jauh di ruang ber-AC nan nyaman di sana, ada ‘wakil’ mereka.

Lagi-lagi, kita masih bisa berharap, bahwa para ‘wakil’ ini akan memikirkan nasib rakyat kecil di atas segalanya. Pemerintah mengungkapkan hasil penghematan subsidi BBM akan dimanfaatkan ke beberapa hal berikut: diversivikasi (penganekaragaman) BBM ke BBG, melengkapi infrastruktur pengawasan pendistribusian BBM bersubsidi, penambahan infrastruktur energi, seperti pembangunan kilang minyak dan lain-lain dan yang terakhir adalah untuk mendukung perbaikan sistem transportasi nasional.

Nah, perlu dikaji kembali dengan apa yang mereka maksudkan ini. Strategi pemberian kompensasi kenaikan harga BBM untuk masyarakat: Kompensasi untuk perlindungan kepada masyarakat tidak mampu, Kompensasi transportasi (Misalnya: pemberian kupon ongkos atau bus anak-anak sekolah, bantuan STNK dan KIR untuk angkutan umum), Kompensasi pangan (Misalnya menambah raskin), Kompensasi bantuan pendidikan.

Ini yang agaknya perlu kita perjelas dan catat dari pemerintah??

Apakah ini sudah menjadi solusi yang terencana atau bahkan hanya menjadi solusi untuk ‘mangumbok-ngumbok’ hati rakyat saja. BLT? Pada kasus yang sudah-sudah BLT tidaklah menjadi solusi merata. Banyak di antara masyarakat miskin yang tidak terdata dan tidak mendapatkan BLT sementara efek dari kenaikan BBM itu melanda seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali dan tentu saja sangat memukul rakyat miskin. Apalagi rencana ini juga berbarengan ddengan rencana kenaikan Tarif Daftar Listrik. Makin tercekiklah mereka, dari mana mereka akan mendapatkan uang untuk hidup sedang ketika BBM sekarang saja hidup mereka sudah morat-marit. Para ‘Wakil’ cobalah sering-sering melihat langsung bagaimana penderitaan masyarakat miskin di negeri ini. Tak akan tega untuk menaikkan BBM dengan alasan menyelamatkan APBN yang lebih banyak ‘digasak’ oleh orang-orang berada. Saklek! Pilih rakyat atau APBN yang bisa diselamatkan melalui pos lain.

Efek penderitaan begitu besar jika BBM tetap dinaikkan. Semenatara di sisi lain Dirjen Minyak dan Gas Kementerian ESDM pernah menyatakan bahwa 70% sumur migas di Indonesia dikuasai oleh perusahaan minyak dan gas asing dan mereka menunggak pajak. Kenapa kemudian pemerintah tak menekan mereka untuk membayar pajak?

Mengapa pemerintah merasa berat dan harus mencabut subsidi yang notebene merupakan hak rakyat, sebaliknya merasa ringan dalam menghambur-hamburkan APBN untuk bermewah-mewah? Subsidi yang dinikmati rakyat adalah uang rakyat pula. Para ’wakil’ yang terhormat bijaklah...