Senin, 09 Mei 2011

persembahan...

BISMILLAH…

Kepada cinta yang selalu mengalir dalam aliran darah, yang membuatku insyaallah menjadi satu dari sedikit orang yang bertahan. Semuanya karena MU ya Allah

Allah muara dari segala perjalanan ini.

Rasulullah, suri tauladan sepanjang zaman.

AlQuran, pedoman hidup dunia akhirat.

Kepada Mamak yang tiba-tiba datang mengejutkanku dan membawa kabar yang ternyata lebih mengejutkan lagi. Menyadarkanku kalau aku punya tanggung jawab besar atas semua ini. Sungguh ini juga bagian dari cinta yang berujung. Mamak, bak, si cerewet Tia dan kakakku tersayang kak akbar (hanya aku dan Allah yang tahu seberapa besar rasaku akanmu) begitu mendambakan perekumpulan kembali kelak di syurga. Izinkanlah keluarga hamba di dunia ini juga menjadi keluarga hamba di syurga kelak ya Allah. Amiin ya Rabb…

Kak Tab, sumber inspirasi hidup dan kegigihan . Kak To (jadi tak susah mengingat hari pernikahanmu yang dicocokkan dengan hari wisudaku :-)), Rel si bungsu yang bagiku tetap saja bungsu, walaupun mati-matian kau mngatakan “Abang!” aku lebih tua darimu”

Ade, merah… menyaksikanmu menjadi ‘ikhwan’ :-) setelah pertama du;lu kau mengucapkan, “Gak mau ikut organisasi Yuk, bosen.” eh malah jadi aktivis juga.

Ayuk pertama… Yeyen (Tazkiyatun Nafs) syukran atas sentuhanmu pada qalbu ini.

Kepada merapi dan pekikan takbir ketika aku menjejak puncaknya. Bau gunung yang mengembang…

Kepada laut bungus yang hijau, yang selalu menjadi pendamai saatku mulai jenuh, letih dengan semua rutinitas yang ada.

Alamanda 3. Ibu kedua, syukran jazakillah for all bunda…

Penghuni kamar eksekusi dari masa ke masa, “Siapa yang ingin menjadi hakim?” Kata itu terlontar dalam isak tangis yang begitu pilu. Bukankah tidak ada kata menolak amanah itu dalam kamus kita? Tetap, kalian telah dipilih untuk sedikit lebih peduli dari yang lain.

Terkhusus Nila, Riri, Fera Zora, Refi, Rina, Yusra, Tiwi, Isis, Ani, Kak Siska, Kak Reni, , Kak Mira, Onank Vera. Kak Aisy, Kak Yatul, Rika, Hani, Tuti, Rini, Hilda, Rica, Ririn (semangat Qib!!) Anda, Emi, Iklil, Debi, Neni, Titi, Ayu, Meici, Listi, Windi, Ami ndut :-) Rona, Habibah, Aisyah.

Angkatan muda Silvia Sherly (cepat smebuh ya dek), Iti, Hasanah, Marwah, Meri, Gina, Tika, Yola, Ami, Rozi.

Di sini kita pernah bertemu… (lanjutkan sendiri…)

Ganto. Semua angkatan sejak Bang Ad/Bang Romi, Kak Ce/Bg Dika, Kak Titi, Abi, terkhusus untuk sahabat-sahabat seperjuangan Della, Ulfi, Sonya, Mita, Kak Tia, Kak Tuti, Kak Oci, Kak Angie, Yasman, Bang Hafiz, Bang Taufik.

Adikku Ulvina Hafiza, Rara, Riri, Joni Irfan, Salim, Ibes, Afdhal, Sari, Santi, Pri, Iin.

Angkatan termuda Dedi, Ninit, Nova, Tari, Yudi, Wahyu, Fitri, Yesi, dkk.

Seperti yang pernah aku ucapkan di Mubes Internal 1 periode yang lalu, “Ganto memberikan warna yang berbeda dalam hidupku,”

Aku mencintai jurnalistik dengan sangat..

KAMMI. Tempatku ‘lahir dan tumbuh dewasa’, sejak pertama kali memekik takbir di BLPT Lubuk Lintah, 1 Desember 2006

Kita dibesarkan dalam lumpur kekecewaan, jadi kata kecewa itu tidaklah pantas lagi kita ucapkan saatnya bekerja dengan kegigihan. Sampai rahmat-NYA senantiasa menaungi UNP, Sumbar, Indonesia, Dunia, sehingga sampailah Islam menjadi ustadziah alam, Allahu akbar! Allahu Akbar!

Jika hanya ada satu yang bertahan di jalan ini maka itu adalah aku, itu kata kita. Kazix Ira, Wati, Wira, Tika, Era, Zana, Cece, Wisnu, Nispu, Indra. Melalui hari-hari penuh ide ‘gila’ bersama kalian ternyata begitu indah. Semoga kita tergolong orang-orang yang saling mencintai karena-NYA.

Semua penghuni rumah KAMMI, satu mimpi yang terwujud. Kemudian Najwan, Dessy, Deni, Epi, Nisa, Ningsih, Vera, Vely, Irma, Jannah. Rumah ceria… Mentawai… FLP…

Semua kawan-kawan RB 2006, Veni, Zarti (pertemuan pertama ketika Ti mengenakan baju krida ungu dan kata kunci satu lagi ‘WC’ :D samo lo kiro wak kalua dari siko) Nobi, Tini (capek nyusul).

Sampai tahap ini, Fabiayyi aala irobbikuma tukadziban…. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan. Semoga Allah menjadikan karya ini salah satu dari akan sekian banyak karya besarku kelak. Amiin.

Salam,

Winda Noprina

Really Job

Kamis, 5 Mei 2011

Majalah bersampul dominasi hitam dan merah itu dihamparkan padaku. Integrito, membangun negeri tanpa korupsi, bacaku dalam hati. Sementara tangan kanan reflex mengawainya.

“Yakin mau di hukum dan kriminal?” ujar sosok bersahaja itu.

Angguk kuatku menyambut.

Paras itu tersenyum sambil sedikit menggeleng.

“Suka tantangan?”

“Sangat,” jawabku.

“OK. Senin turun.”

Kawan!! Ini baru minggu ketigaku. Katanya sekitar 3 bulanan baru bisa di posko. 2 minggu yang memang penuh hentakan, ku-drass semua.

Allah.. Doaku. “Beradakan aku pada profesi yang membuatku makin dekat denganmu karena tiada yang paling tinggi bagiku selain ridha-Mu, beradakan aku pada posisi dimana aku bisa full meluruhkan semua energi dan kemampuanku untuk berjuang di atas kebenaran, di jalan-MU.”

Rasa Uang....

Kamis, 28 April 2011

Biasa saja kalau melihat orang menatap aneh dengan kerenyut di dahi. Salah satu resiko kecil bagi pengguna jilbab lebar ketika bersentuhan dengan khalayak. Tatapan seakan menyelidik, “Aliran apa orang ini?!” (apalagi sekarang sedang marak-maraknya NII :-)

Hmm… sebenarnya kalau saya pikir, hanya orang-orang yang berpikiran sempitlah yang akan berlaku demikian ketika bertemu dengan orang yang menurutnya ‘spesies’ baru. Belum terbuka menerima perbedaan dan menganggap hanya ialah yang tercatat baik.

Entah sudah berapa berita yang kubuat, kadang menyenangkan, kadang juga membuat debar-debar tak enak di dalam dada. Oalah… ini masa pemanasan, orientasi, baru saja masuk pagar dan ruang tamu. Teringat aku pada seputaran pukul 14.30 kemarin. Sampai sekarang rasa uang yang tertempel di tanganku saat berjabat dengan ketua panitia itu masih mengganjal.

“Latak agak halaman depan stek yo..” katanya.

Saya pasi. “Apa ini, maaf…” kataku sambil menampik selembaran uang yang diselipkan di tanganku.

“Tidak..tidak..” kataku berkali-kali dengan tangan gemetar dan mungkin wajah sudah begitu pasi. Teringat aku uang yang tinggal 2ribu lagi di Eiger hitamku. Melayang juga ke motor yang masih di tempat titipan karena tiba-tiba bocor di perjalanan ke tempat ini tadi.

“Mambana… ambo ndak nio.”

Dengan wajah menyesal paras-paras itu akhirnya mengalah.. “Terimakasih.. saya pamit,” ujarku gagu.

Kulayangkan sms ke salah satu senior, saya tak mau lagi liputan acara…

Sampai di kantor, saya hanya mendapat senyum dan rasionalisasi dari kejadian yang baru saja saya alami.

“Ketika kamu tak ambil itu, maka kamu justru memberi mereka peluang untuk korupsi, setiap acara itu kan ada dana publikasinya.”

Nah… Nah…

“Kamu akan bedakan nanti kalau bertemu ‘uang panas’. Biasa itu.. Pandailah untuk berlaku.”
“Kalau tak yakin juga untuk memakan unagnya, ambil saja dulu. Terus.. sedekahkan saja,” lanjutnya setelah melihatku masih terpaku, tak puas dengan penjelasannya.
Catatan Pemula