Selasa, 23 Maret 2010

Rayap-Rayap …


Teriris miris ketika tubuh itu masih saja dalam pelukan selimut tebalnya, sementara suara adzan dan keras bunyi imam di masjid yang hanya selang 3 rumah dari sini terus melantun. Ah, tak terdengarkah olehnya? Masih aku coba untuk berpikir positif, mungkin dia sedang ‘tidak shalat’. Kutanya seseorang yang langsung beranjak berusaha membangunkan sosok itu. “Shalat,” ujarnya mengangguk padaku. Kulihat ulang, masih saja, ia meringkuk. Ini bukan yang pertama kali tapi sudah berkali-kali…
ALLAH, siang dia begitu semangat pergi rapat ini dan rapat itu. Siang dia begitu gencar menyusun dan melaksakan yang katanya agenda-agenda dakwah. Apa-apaan ini? Jangankan Qiyammul lail, subuh saja terlambat… Jangankan al matsurat mengaji saja entah… shalat wajib lainnya pun.. Oh… ALLAH… Hanya isighfar yang akhirnya terlontar berulang. Sudah, sudah aku ingatkan. Di beberapa kesempatan, tabayun langsung pun iya. Tapi masih saja..
Mungkin kita banyak menemui model aktivis seperti ini di sekitar kita, di dekat kita. Sangat membuat gamang, apalagi sebenarnya estafet akan terus berlanjut. Sangat menyedihkan dan mengkhawatirkan jika harus disambut oleh diri-diri semacam ini.
Kutambahkan kasus lagi, beberapa waktu terakhir seseorang terpaksa dikeluarkan dari rumah karena keaktivisannya memang benar-benar tak bisa dipertanggungjawabkan lagi. Kalau berbicara kapasitasnya di organisasi, memang tak usah diragukan lagi, BEM ini dan BEM itu, organisasi intra maupun ekstra kampus. Tapi sayang itu justru menjadi ladang kehancuran baginya. Kata-kata yang terlontar dari lisannya… memang sudah banyak berubah, lebih berwawasan tapi tetap tidak ber-ruh… Interaksinya dengan lawan jenis…
Dalam suatu kesempatan dia meminta agar kita sama-sama mendoakan agar calon pimpinan organisasi mahasiswa yang kita usung menang, beginilah kurang lebih ujarnya, “Kita mesti sama-sama berdoa untuk kemenangan si anu, karena kalau tidak, tak ada lagi organisasi mahasiswa yang dipegang oleh sahabat-sahabat kita, yang akan memenangkan dakwah ini,” ujarnya berapi-api dengan gaya khas orator.
Seorang sahabat menanggapi, dengan sendu dia mengatakan, “Sebenarnya kekalahan demi kekalahan yang kita terima saat ini membuat kita mestinya introspeksi diri, wajar saja ALLAH tidak memberikan kemenangan itu kepada kita jika pengusung-pengusung ‘dakwah’ itu sendiri berpenyakit, hubungan dengan Allah bermasalah begitu juga dengan hubungan dengan manusia, terutama lawan jenis.”
Beberapa saaat kami terpekur. Merenungi kata demi kata yang baru saja terlontar. Sadis. Tapi emang itulah kenyataannya. Aku menjadi teringat, sehabis mengikuti sebuah latihan kepemimpinan seorang sahabat mengatakan, “Kata-kata yang paling berkesan bagi ana, aktivis dakwah yang berani satu malam saja tidak Qiyammul lail adalah rayap-rayap dakwah, menjadi parasit bagi dakwah itu sendiri”.
Begitu mengancamnya aktivis model-model ini di dalam perjuangan menegakkan kalimatullah di muka bumi. Mari kita renungi untuk diri sendiri, saling mengingatkan dengan yang lain demi menjaga, menjaga kesucian jalan yang telah kita pilih ini. Wawlahua’alam.


Kamis, 18 Maret 2010

LANJUTAN... Diary PL...

Kamis, 4 Maret 2010

Hari pertama masuk without Bu Syahri. Kumantapkan. Sebenarnya memang tidak begitu berpersiapan. Karena sebelumnya memang belum ada kabar miring di X1 ini. Beda dan X3 yang sudah terkenal dengan bla..bla…bla-nya. Kulangkahkan kaki ke kelas sejurus runag TU, X1. Ketika aku masuk, kelas masih dalam keadaan semrawut. Meja, kursi, beberapa gumpalan kertas, dan oh ALLAH… Suara…
Kukatupkan mulutku, mencoba mempelajari suasana. Namun… Hmm… Mereka memang lumayan beringas. Memukul-mukul meja dengan kaki kursi yang mungkin juga sudah lebih dulu menjadi korban ‘keganasan’ mereka.
Sulit sekali untuk mendiamkannya. Padahal aku sudah mulai angkat suara. Ada banyak Dodi di sini, dan ketiganya itu  sama ‘unik’nya… Satu lagi Dodi Rahayu, lumayan diam sepertinya. Tapi, acuh…
Ho..ho.. Aulia, dia anak tinggal (sebutan bagi anak yang tak naik kelas)
Entahlah… Aku jadi tak kreatif sekali. Sesak. ALLAH… Mereka harus aku apakan lagi? Aku diam kembali, menatap mereka satu per satu.
Kondisi seperti itu, guru kelas sebelah datang. Hmm.. dengan semburan kata-kata yang membuat mereka lumayan diam. Tapi dia… Aulia.. Cari masalah saja dengan orang lain. Agus… dia sudah lumayan tenang. Tapi.. dua orang tidur. Kucoba tanya. Mereka… tidur lagi. SPEKTAKULER sekali..
Pasca X1, di Ruang Majelis Guru. Beberapa guru bertanya. Aku hanya tersenyum. Rupanya, Ibu yang masuk sejenak tadi sudah menceritakan pada guru-guru yang lain. Bu Ret mencoba memberikan motivasi. “Syukran Bu,” ujarku 
Tidak apa-apa…
Awal yang ‘terserah anda’ mau menilainya seperti apa…

Selasa, 9 Maret 2010

Full Class for this day
Ketika di X5, jam ke 5-6 (10:30-11:50) kukirim sms ke Ade, sepupuku. Kemarin sempat cerita-cerita sedikit tentang anak-anak. Sepertinya nyambung kalau ku send kan sms macam ini ke hp-nya
Ayuk mulai berpikir kalau mereka ini mestinya dimasukkan ke sekolah inklusi, Untuk anak-anak berkebutuhan khusus :-) Semakin hari, mereka bertambah unik saja :”)
Uh…,Mana strategi pertama yang kau tawarkan dulu Jie????
Jangan menyerah.. jangan menyeraaaaah… kulantunkan sedikit lirik D’Masiv itu

Kamis, 11 Maret 2010
19:38

Masih dalam posisi berpikir keras untuk menaklukan anak-anak itu. Minggu ini menjadi minggu yang tidak begitu menyenangkan bagiku. Apalagi bagi mereka. Hmm… tak cukup dengan hanya sekali transfer energi positif ke mereka. Ya, tak akan semudah membalikkan telapak tangan. Tak seperti orang Yahudi yang sudah dibentuki main set dari kecil kalau mereka orang-orang cerdas, anak-anak Bungus ini lahir dari kehidupan pantai yang keras. Mungkin hanya sedikit di antara mereka yang dibesarkan di tengah keluarga yang ‘agak’ sedikit beretika. Allahualam, ana memang belum observasi langsung dari kegiatan sehari-hari penduduk di sana. Baru dari hipotesis awal lewat diskusi-diskusi dengan guru-guru, kepsek dan melihat cara belajar anak ketika di kelas.
Ups, jadi inget lagi kata-kata seorang guru yang menyebutkan kalau mereka itu setan semua. Sadis.
Dan sampai kini aku bertekad tak akan mengamini itu. Ketika aku sedikit mengutarakan kesedihan melihat kondisi mereka ke Pamong, beliau hanya tersenyum getir. “Tidak usah dipikirkan kali, Winda. Bisa stress nanti… Yang penting, kamu ajarkan materi kepada mereka. Sampaikan itu semaksimal mungkin. Sudah, itu sudah cukup”. Mereka ini, lanjutnya, sudah susah untuk diubah..
Ah… terbayang olehku, guru-guru yang memiliki ghirah mendidik dan komitmen ketika awal masuk ke sekolah ini. Apalagi mereka yang baru-baru keluar dari universitas. Keinginan mendidik yang dibawa, semangat yang membara bisa jadi turun karena letih, lelah, kecewa melihat SDM yang ada di sini. Sampai akhirnya memutuskan untuk menjalankan kewajiban seadanya saja. Aura mendidik hilang. Berganti dengan asal lepas tanggung jawab saja. Materi diberikan dan lah… selesai.
Tak sengaja terlibat diskusi kecil, lewat short massage service

Anak-anak Bungus itu kebanyakan anak-anak pantai. Melaut, nelayan. Cenderung keras dan nakal. Nikmati saja, InsyaALLAH akan ada hikmahnya…

Tapi saya tak ingin nasib mereka hanya berakhir di nelayan itu.

Mustahil seorang guru bidang studi apalagi hanya guru PL.. bisa melakukan itu. Sistem pendidikan itu yang sudah tak beres.. jadi rubah sistemnya dulu.

Hmm… selalu seperti itu. Sistem yang salah! Kapan lagi mengubah sistem yang salah itu supaya jadi benar. Saya coba pandangi lagi target saya untuk mereka 3 bulan ke depan. Akan BISA. Optimis!! InsyaALLAH. Kalau tidak! saya akan kembali lagi ke sana, suatu saat.

He..he.. ini sebuah integral besar pendidikan… saya yakin sehabis PL tidak akan terjadi apa-apa, Jie pun tak akan kembali ke sana… Tahu kenapa?

Kenapa?

1.Waktu 3 bulan tidak akan memberikan pengaruh yang besar, apa lagi ini satu bidang pelajaran saja
2.kalau sudah wisuda, kamu akan TES PNS, kemungkinan kecil ditempatkan di sana, kalau honor, gajinya kecil sekali.. Saya berpikir realistis saja, tanpa menafikan semangat seorang Jie,
Tapi yang penting usahakan? Walau kecil, tetap perubahan.

Sepertinya aku mulai sedikit memasukkan ini ke dalam plan masa depanku. Jangka Panjang. Kemarin sempat berpikir, kalau terjun ke dunia sekolah. Mengajar. Berinteraksi langsung dengan anak-anak, paling banter jadi kepsek. Tapi… ada banyak hal-hal besar lainnya yang mesti kau tahu, Jie!!